Kombinasi gempa dan longsor itu membangkitkan ketinggian tsunami hingga lebih dari 25 meter dan melanda 300 meter ke daratan.
Baca Juga: Sering Pusing Mendadak Saat Berdiri? Bisa Jadi Itu Pertanda Buruk
Terjadinya longsor bawah laut itu dipetakan para peneliti Jepang yang berkunjung ke pantai utara Flores dan Pulau Babi, dua pekan setelah petaka itu.
”Kami ke pantai utara Flores mengunjungi 40 desa di sana untuk mengukur ketinggian tsunami,” tulis Yoshinobu Tsuji dan tim dalam publikasi berjudul Damage to Coastal Villages Due to the 1992 Flores Island Earthquake Tsunami (1995).
Disebutkan, ketinggian tsunami di Kampung Wuring (Flores) mencapai 3,2 meter.
Seluruh Kampung Wuring, yang hanya 2 meter di atas permukaan laut itu, tenggelam.
Sebanyak 87 orang tewas di sana. Di Desa Riangkroko, di sisi timur Pulau Flores, tinggi gelombang 26,2 meter dan menewaskan 137 orang.
Zona rentan
Hingga tahun 1992 itu, Indonesia belum memiliki ahli tsunami sehingga riset soal tsunami Flores lebih banyak dilakukan ahli-ahli Jepang.
Perhatian kalangan ilmuwan Indonesia terhadap tsunami baru terbangkitkan setelah tsunami Aceh 2004.
Namun, hingga saat ini, penelitian tentang gempa dan tsunami, terutama di kawasan Indonesia timur, ternyata masih tetap minim.
”Dibutuhkan penelitian mendalam terkait sumber gempa dari subduksi ganda di Indonesia timur. Daerah ini belum banyak datanya sehingga kami sulit memetakan ancamannya,” tutur Irwan Meilano, ahli gempa dari Pusat Penelitian Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung (Kompas, Senin, 16/11/2014).
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR