Advertorial
Intisari-Online.com - Tradisi Sati (India) atau yang biasa dikenal dengan sebutan Pati Obong di Jawa memang cukup menarik perhatian.
Bukan sembarang tradisi, ritual ini adalah bunuh diri dengan terhormat.
Sati atau Pati Obong adalah ritual yang telah dipraktikkan secara luas sejak abad ke-17 di India, dalam budaya Hindu yang kental.
Para wanita yang ditinggal mati suaminya akan berbaring di samping jasad sang suami untuk dibakar hidup-hidup bersama mayat sang suami.
Awalnya, tradisi ini marak dilakukan saat perang antar kerajaan, karena pada saat itu akan banyak korban para prajurit atau raja yang terbunuh.
Sebagai harta tawanan perang tentu saja adalah istri dan selir-selirnya.
Para wanita itu akan dibawa untuk disetubuhi ramai-ramai dan itu dianggap mencoreng harga diri seorang wanita.
Maka, untuk menjaga kehormatannya, mereka secara sukarela memilih untuk bunuh diri dan membakar dirinya hidup-hidup.
Lambat laun, tradisi ini mulai pudar seiring perkembangan zaman.
Namun tekanan sosial bagi para wanita yang ditinggal mati suaminya ini begitu besar sehingga mereka dari sukarela menjadi dipaksa melakukan pati obong.
Bahkan kadang jika wanita itu tidak mau membakar dirinya, anggota badan si wanita akan dipatahkan supaya tidak kabur.
Kadang-kadang, para wanita akan melarikan diri dan berguling keluar dari tumpukan kayu bakar, namun didorong kembali dengan tongkat bambu ke dalam kobaran api.
BACA JUGA:Kisah Petapa India yang Pamerkan 'Kesaktiannya' Bisa Hidup Kembali Setelah Dikubur Selama 40 Hari
Salah satu cerita terkenal mengenai pati obong ini adalah Angling Dharma dan istrinya, Setyawati.
Setyawati merasa tersinggung dengan tingkah suaminya dan meragukan kasih sayang dari Angling Dharma.
Menurut Setyawati, melakukan pati obong akan mengembalikan kehormatan dan harga dirinya.
Setyawati lalu bersumpah untuk melakukan Pati Obong pada hari ke 14 saat malam bulan purnama.
Angling Dharma juga memutuskan untuk menemani Setyawati dan mereka akan melakukan pati obong bersama.
Tapi, Angling Dharma malah mengingkari janjinya dan tidak ikut terjun ke dalam api saat istri tercintanya telah luruh menjadi abu.
Pati obong juga terkadang dilakukan karena ingin membuktikan sesuatu yang benar, seperti dalam kisah Rama dan Shinta.
Di India, tradisi ini telah dilarang oleh pemerintah kolonial Inggris sejak tahun 1859.
Tapi masih dipraktikkan secara sembunyi-sembunyi dibeberapa daerah bagian India.
Pemerintah India juga melarang hal ini dan akan menghukum siapapun yang masih memaksa para wanita ini untuk ikut dibakar bersama mayat suaminya.
Di Indonesia sendiri pernah mencatat peristiwa Pati Obong terbesar pada tahun 1691.
Saat itu, Raja Blambangan, Pangeran Tawang Alun II meninggal dan akan dikremasi.
Pangeran Tawang Alun II memiliki 400 istri.
Dari 400 istri itu, 270 di antaranya melakukan Pati Obong dan ikut dibakar dalam upacara kremasi Pangeran Tawang Alun II.
Ternyata bukan hanya Romeo dan Juliet yang punya kisah cinta tragis, tapi Pangeran Tawang Alun II juga. (Aulia)
BACA JUGA:Misteri Kubah Batu Yerusalem: Sumur Jiwa, Pusat Dunia, dan Tempat Disimpannya Tabut Perjanjian