Intisari-Online.com - Defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sudah berlangsung sejak 2014.
Penyebabnya banyak, mulai dari internal seperti efisiensi hingga eksternal semacam piutang iuran peserta.
Menurut Timboel Siregar, Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch, defisit terjadi lantaran manajemen BPJS Kesehatan enggan berbenah dari sisi manajerial.
"Hingga 31 Mei 2018 lalu, nilai defisit BPJS Kesehatan yang kami terima laporannya sudah Rp4,89 triliun," ujarnya kepada KONTAN, Senin (30/7).
Baca juga: Tank Boat Antasena Buatan Indonesia Dilirik Rusia, Seperti Apa sih Kehebatannya?
Dengan asumsi defisit per bulan sekitar Rp1 triliun, maka Timboel menghitung, hingga akhir tahun nanti angkanya bisa mencapai Rp12 triliun.
Itu belum termasuk biaya operasional manajemen BPS Kesehatan seluruh Indonesia. Alhasil, defisit tahun ini bisa menjadi Rp15 triliun hingga Rp16 triliun.
Untuk mengikis defisit tersebut, Timboel menuturkan, ada sejumlah langkah manajerial yang bisa BPJS Kesehatan tempuh.
Pertama, menaikkan iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari anggaran pendapatan belanja dan negara (APBN) serta peserta mandiri.
Baca juga: Tembus 12.000 Meter Perut Bumi, Inilah Lubang Terdalam di Dunia yang Lebih Dalam dari Palung Mariana
Apalagi, aturan main yang berlaku mengizinkan BPJS mengerek iuran setiap dua tahun sekali dan terakhir iuran naik 2016 lalu.
"Direksi harus berani minta kenaikan iuran ini," kata dia.
Kedua, menagih piutang iuran yang menumpuk dan tidak ada kejelasan.
Source | : | Kontan.co.id |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR