Intisari-Online.com -Semua berawal dari persaingan bisnis yang semakin menggila. Selain membutuhkan tenaga kerja yang bergerak di bidang teknis, perusahaan juga membutuhkan tenaga-tenaga menejerial yang benar-benar mafhum perihal perusahaan. Agar tenaga-tenaga menejerial ini tidak terkesan kacangan, maka dibutuhkan sistem “pendidikan” yang mampu menunjang kebutuhan tersebut.
Management trainee (MT) dianggap sebagai “jalan cepat” untuk mendapatkan kebutuhan itu. Meski demikian, bukan berarti MT adalah program instans perusahaan. Calon-calon yang disaring pastinya adalah yang unggulan, yang mempunyai kompetensi sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
(Jadilah Manajer yang Sukses Dengan 10 Tips Berikut!)
MT lebih khusus ditujukan untuk memberi program pendidikan, pelatihan dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan pembekalan kepada calon karyawan. Selain manajemen, kepemimpinan, nilai-nilai perusahaan, MT menekankan pada pendalaman bisnis proses pada fungsi-fungsi.
Istilah yang dipakai untuk MT bisa bermacam-macam tergantung perusahaan. Bisa Management Trainee, ada yang menyebut Management Development Program, Graduate Management Associates Program, lalu di bisnis penyiaran ada Broadcasting Development
Rumpoko Hadi, Organization Development Manager Kompas Gramedia, menjelaskan MT akan berperan untuk menjadikan calon karyawan sewarna dengan perusahaan tempat bekerja. “Jika perusahaan berwarna biru maka karyawan MT harus diarahkan dengan kebiruan perusahaan. Di perusahaan mana pun polanya akan demikian,” ujar pria berkumis tipis tersebut.
MT sebagai prakondisi
Ada kalanya karyawan fresh graduate tampak sempoyongan ketika langsung turun ke lapangan pekerjaan. Banyak yang gagal melewati jurang pemisah antara dunia kerja dengan dunia dunia pendidikan yang dinikmati sebelumnya. Lebih-lebih, mereka yang saat di kampus sama sekali tidak dibekali skil-skil yang menunjang pekerjaannya kelak.
Ada sebuah penelitian yang mengatakan, dari 100 fresh graduate yang langsung turun kerja, hanya 20 yang langsung sukses. 30 lainnya membutuhkan waktu lebih lama, sedangkan 50 yang tersisa akan berakhir dengan kegagalan.
Maka MT di sini berperan sebagai proses pra-kondisi. MT dianggap sebagai wahana yang pas bagi calon-calon pekerja yang disebut trainee ini untuk siap bekerja, tentunya yang yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan.
MT akan berjalan lebih lancar dan mulus jika si calon karyawan saat kuliah aktif berorganisasi. Rumpoko meyakini, orang yang pernah aktif di kuliah lebih mempunyai problem solving daripada mereka yang tidak. Selain itu, mereka lebih siap ditempa dengan kondisi pekerjaan yang sama sekali berbeda dengan kondisi saat masih sekolah.
Soft skills juga penting
Secara umum, segala sesuatu yang berhubungan dengan warna perusahaan akan dikenalkan pada fase ini. Nilai-nilai perusahaan akan diperkenalkan sedemikian rupa, sehingga tidak gagap saat berhadapan dengan orang lain. Karena ini adalah program perusahaan, leadership menjadi salah satu nilai utama yang bakal diperkenalkan.
Selama setahun mengikuti program MT, para trainee akan “ditempa” di berbagai bidang yang menjadi kebutuhan perusahaan. Jika si trainee diproyeksikan menjadi account executive, AE, maka dia akan digenjot di bagian AE. Jika yang yang mendesak adalah SDM, maka si trainee akan difokuskan di permasalahan-permasalahan sumber daya manusia.
Selain persoalan-persoalan teknis perusahaan, satu hal penting lainnya yang menjadi perhatian perusahaan adalah soft skils. Dalam artian, selain para trainee mendapatkan teknis yang lazim dilakukan di perusahaan, mereka juga akan digembleng bagaimana beradaptasi dengan lingkungan barunya, kepekaan, serta bagaimana dia saat berada di bawah tekanan.
“Lagi-lagi, faktor organisasi saat kuliah penting di sini, mereka yang sering ‘nongkrong’ dan banyak berorganisasi akan lebih ketahuan seberapa cepat dia mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah,” ujar Purwoko.
Mentor sebagai feedback
Rumpoko mengakui yang paling sulit dalam program MT adalah proses penempatan. Penempatan biasanya akan dilakukan saat peserta MT memasuki tahap On teh Job Training (OJT) selama dua kali lima bulan. Sebelumnya ada program in class selama dua bulan.
Ada banyak hal yang menjadi pertimbangan ketika para trainee akan ditempatkan di departemen tertentu, meliputi passion, kesiapan para trainee, serta lingkungan tempat dia belajar, serta mentor yang mumpuni.
Salah satu syarat berhasilnya program MT adalah adanya mentor-mentor yang berkualitas. Mentor-mentor ini ditunjuk secara khusus untuk mendampingi “teman-teman” barunya melakukan pedekate terhadap perusahaan. Biasanya mentor-mentor ini akan ditunjuk langsung oleh Tim MT dari masing-masing unit kerja.
Bagi beberapa perusahaan menetapkan standar tinggi untuk para mentor yang akan menjadi pendamping teman barunya. Misalnya sudah selevel middle management, minimal mempunyai pemahaman terkait nilai-nilai perusahaan, serta pengetahuan yang komprehensif terkait pekerjaan yang digeluti.
Tidak hanya sebagai pendamping, mentor-mentor juga berkerja sebagai patner yang baik baik bagi para trainee. Masukan-masukan membangun akan menjadi bahan evaluasi berharga bagi para calon karyawan, yang selanjutnya dijadikan bahan perenungan untuk menjadi lebih baik.
Bisa jadi, para mentor ini juga berperan sebagai penguhubung simpul-simpul jaringan dengan rekan-rekan kerjanya yang lain. Dengan demikian, calon pekerja ini akan lebih mudah diterima oleh lingkunga kerjanya; memahami aliran kerja dengan baik; serta cepat kerasan dengan atmosfer ruang kerjanya.
Sadar tidak sadar, kekuatan relasi dan membangun jaringan kadang menjadi faktor terbesar seseorang dalam mencapai jenjang karir yang diimpikannya. Selain itu, manajer yang diidamkan pun muncul ke permukaan.