Intisari-Online.com – Zaman dulu, ada jargon “berkeringat itu sehat” yang sampai kini masih dipercaya banyak orang. Padahal, jargon itu berasal dari negara subtropis, itu pun di musim dingin (salju). Saat itu, orang “dipaksa” berkeringat dan rajin berolahraga, supaya lebih sehat dan tidak kedinginan.
(Robot Ini Bisa Push-Up dan Berkeringat Seperti Manusia)
Tetapi di negara tropis, tanpa olahraga pun, tubuh sudah berkeringat. Dalam keadaan berkeringat badan pun terasa tidak nyaman, bahkan bisa menyebabkan jatuh sakit.
Salah satu penyakityang dapat datang akibat kebanyakan keringat adalah pneumonia. Pneumonia (long ontsteking, radang paru-paru atau paru-paru basah) dewasa ini begitu populer, karena sering muncul sebagai komplikasi penyebab kematian pada penderita flu burung.
(Mendeteksi Kesehatan Melalui Sensor Keringat pada Gelang Pintar)
Pneumonia juga menjadi pemicu komplikasi dan penyebab kematian dari penyakit campak dan influenza, terutama pada anak-anak. Terjadinya pneumonia sebagai komplikasi dan penyebab kematian penyakit lain ini sebenarnya dapat dicegah, jika tubuh tidak terganggu dalam menjalankan salah satu tugas pentingnya.
Tugas penting itu ialah pekerjaan yang biasa dilakukan sel-sel yang melapisi bagian dalam saluran pernapasan. Tiap sel mempunyai kira-kira 200 silia (sejenis rambut yang sangat halus) dan mengeluarkan cairan encer di permukaannya. Silia itu bergerak secara teratur 10 – 20 kali per detik tanpa henti, menyapu cairan dengan kecepatan 1 cm per menit menuju tenggorokan, untuk kemudian tanpa disadari ditelan.
Normalnya, debu, kuman, asap, dan sejenisnya akan melekat pada cairan, lalu disapu bersih dari saluran pernapasan. Selain itu, cairan tersebut juga menjaga agar saluran napas selalu basah.
(Meski Berkeringat, Bisa Jadi Olahraga Kita Masih Terlalu Ringan)
Nah, terlalu banyak mengeluarkan keringat, akan menyebabkan cairan itu menjadi kering dan lengket, sehingga tidak dapat dialirkan dan mengumpul menjadi dahak, plus menyumbat saluran napas. Saluran napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas dan batuk. Lalu, berkembangbiaknya kuman-kuman dapat menyebabkan penyakit bronkhitis dan paru-paru basah.
Untuk penyembuhan jangka pendek bisa dengan mengencerkan dan mengeluarkan dahak menggunakan alat dan obat, atau biasa dikenal dengan “inhalasi uap”. Masalahnya, sampai kapan dahak akan terus diencerkan dan disedot lewat inhalasi?
Ada cara yang lebih rasional dan bersifat jangka panjang, fisiologis, dan mudah, yakni dengan mencegah keluarnya keringat secara berlebihan. Minum banyak pun akan sia-sia, kalau ruangannya masih pengap, karena akan keluar lagi melalui keringat. Maklum, udara di negara tropis sangat lembab (banyak mengandung uap air) sehingga kita sangat mudah berkeringat.
Uap air yang keluar ketika mengeluarkan napas mencapai 11 kali lebih banyak dibandingkan dengan udara yang dihisap ketika menarik napas. Jadi, dalam ruangan yang ventilasinya kurang, udara akan makin bertambah lembab, bertambah CO2, dan berkurang oksigennya, sehingga badan menjadi sangat lemah, penyakit pun merajalela.
Untuk mengatasinya, ruangan tidak ber-AC haruslah selalu terbuka agar udara segar dari luar bisa masuk. Kipas angin tidak ada gunanya kalau tidak ada udara segar dari luar yang masuk ke dalam ruangan. Hindari asap rokok yang mengandung banyak monoksida yang tidak dapat dibersihkan oleh AC dan mengalahkan oksigen masuk ke dalam sel darah.
Jadi, tinggal pilih, mau penyelesaian jangka pendek atau jangka panjang? (H. Mohammad Hadad)