"Ia tinggaldi daerah Pasar Jumat, Ciputat, bersama ibunya. Katanya sih, ia pindah dari tempat semula karena tidak ingin bertemu lagi dengan seorang pelanggan yang dibencinya. Kalau Bapak ingin bertemu, nanti saya antar ke tempat di mana dia biasa mangkal," kata Chandra.
"Bagaimana kalau kita cari besok pagi? Lebih cepat lebih baik," kata Santo antusias.
"Yoi," kata Chandra dengan lagak anak Jakarta.
Sesampai di tempat biasa Chandra segera melompat turun setelah mengantongi imbalan. "Ingat besok pukul 06.00 di tempat biasa, ya!" teriak Santo dari jendela.
"Siplah!" sahut pemuda tanggung itu sambil melambaikan tangan.
"Rasanya kita semakin dekat dengan sasaran, meskipun kita belum bisa memastikan apakah Bimo itu Wisnu," kata Santo.
"Ya, kita mesti menahan rasa ingin tahu semalam ini lagi," jawab Subandi.
Keesokan harinya dengan penuh semangat kedua polisi ini segera meluncur ke tempat yang dijanjikan. Di halte yang biasa, Chandra sudah menunggu. Melihat "teman-temannya" datang, dengan cekatan Chandra segera masuk ke mobil itu.
"Ke mana kita?" tanya Subandi.
"Ke arah Ciputat, Pak. Sambil jalan nanti saya tunjukkan di mana Bimo biasa menunggu kendaraan umum yang akan membawanya ke tempat ia biasa mangkal," jawab Chandra.
Untuk menghindari kemacetan, Subandi mengambil jalan tikus. Kira-kira 100 m setelah Restoran Situ Gintung, tiba-tiba Chandra memberi aba-aba. "Di gang sebelah depan kita berhenti, Pak. Rumah Bimo ada di dalam gang itu. Mudah-mudahan ia belum berangkat, karena sesuai perintah Bapak saya tidak mengatakan kalau Bapak akan datang ke tempatnya," kata Chandra.
([Perkara Kriminal] Kematian Gadis 9 Tahun: Kuncinya Ada di Percikan Darah di Kamar Couey)
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR