Ditinggal pergi
Mereka segera meluncur kembali ke arah Jakarta dan kedua joki itu minta diturunkan di pangkalan mereka. Subandi dan Santo sama-sama yakin bahwa Bimo itu memang Wisnu yang mereka cari.
"Rasanya benar, San. Bimo itu pasti Wisnu yang kita cari. Menurutmu, bagaimana kalau kita balik lagi ke rumahnya dan menanyai ibunya, siapa tahu bisa melengkapi informasi yang kita miliki," kata Subandi.
"Aku rasa memang begitu sebaiknya. Soalnya, ketika ditanyai soal ayahnya, nampaknya Bimo agak bimbang dan bingung. Oke, kita balik saja sekarang!" katanya sambil mengarahkan mobil itu kembali ke rumah Bimo.
"Kami kembali hanya karena ada pertanyaan yang ingin kami ajukan kepada Ibu. Apakah Ibu bisa meluangkan waktu sebentar?" tanya Subandi.
"Silakan masuk," kata ibu Bimo.
"Begini, Bu. Kami tadi menanyakan kepada Bimo mengenai pekerjaannya sebagai joki. Tapi rasanya ada sesuatu yang belum lengkap. Yaitu mengenai ayah Bimo, apakah ia juga mengizinkan anaknya untuk bekerja sebagai joki? Menurut Bimo, ayahnya sudah lama tidak pulang," kata Subandi.
"Semula saya sendiri tidak mengizinkannya untuk menjadi joki. Selain berbahaya dan mengganggu sekolahnya, saya takut anak saya ditangkap polisi. Mengenai ayah Bimo, saya memang tidak banyak menceritakannya kepadanya. Tapi suatu kali ia pernah bertanya di mana ayahnya, terpaksa saya ceritakan kalau ayahnya sudah lama tidak kembali. Menurut yang saya dengar ia kini tinggal di Jakarta. Meskipun dari Ciputat ke Jakarta bukanlah jarak yang jauh, tapi saya tidak berusaha mencarinya, apalagi menemuinya. Soalnya, saya menganggap dia sudah tidak menginginkan kami lagi. Suami saya pergi meninggalkan kami, saat Bimo berusia 10 tahun. Belakangan saya tahu, sebelum menikah dengan saya, ternyata ia sudah berkeluarga dan memiliki beberapa anak. Ayah Bimo tentu tidak tahu kalau anaknya kini menjadi joki. Suatu ketika Bimo pernah mengatakan, siapa tahu suatu hari kelak ia bisa bertemu dengan ayahnya."
"Siapa nama lengkap Bimo?" tanya Santo.
"Wisnu Bimo. Kadang ada yang memanggilnya Wisnu, tapi ada juga yang memanggilnya Bimo. Sayang, nasibnya tidak sebaik namanya," kata ibu itu seakan berkata kepada diri sendiri.
"Ayah Bimo itu siapa namanya," sambung Santo.
"Sugondo. Bayu Sugondo. Saya sudah tidak ingin mengingat-ingat nama itu lagi."
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR