"Di SMP Bakti Ibu, tak jauh dari sini. Saya masuk siang. Karena itu pagi hari saya gunakan untuk mencari uang. Soalnya, kasihan ibu membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan kami."
"Memangnya ayahmu di mana?"
Sejenak Bimo kelihatan ragu dan tampaknya pertanyaan ini sulit untuk dijawabnya. "Saya tidak tahu ke mana dia. Tapi yang pasti, ia sudah lama tidak pernah pulang."
"Menurut Chandra, kamu baru saja pindah daerah operasi. Mengapa kamu sampai pindah, bukankah itu berarti kamu kehilangan pelanggan yang sudah kamu kenal sejak lama?" tanya Subandi.
"Memang benar sih apa yang Mas bilang. Tapi karena suatu hal yang tidak bisa saya jelaskan, saya pindah ke daerah Gatot Subroto sehingga saya bisa berkenalan dengan Chandra."
Setelah bercakap-cakap sekitar tiga perempat jam, akhirnya Subandi, Santo, dan Chandra mohon diri. Tak lupa Santo menyelipkan uang Rp10 ribu ke saku Bimo yang segera mengucapkan terima kasih.
"Kalau kamu mau ikut sekalian ke pangkalanmu juga boleh, Bim," kata Santo dengan ramah.
"Baik, Mas. Saya pamitan dulu sama ibu," katanya sambil menyelinap masuk.
Ditinggal pergi
Mereka segera meluncur kembali ke arah Jakarta dan kedua joki itu minta diturunkan di pangkalan mereka. Subandi dan Santo sama-sama yakin bahwa Bimo itu memang Wisnu yang mereka cari.
"Rasanya benar, San. Bimo itu pasti Wisnu yang kita cari. Menurutmu, bagaimana kalau kita balik lagi ke rumahnya dan menanyai ibunya, siapa tahu bisa melengkapi informasi yang kita miliki," kata Subandi.
"Aku rasa memang begitu sebaiknya. Soalnya, ketika ditanyai soal ayahnya, nampaknya Bimo agak bimbang dan bingung. Oke, kita balik saja sekarang!" katanya sambil mengarahkan mobil itu kembali ke rumah Bimo.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR