Pelopor parasut dan gantole
Abbas Ibn Firnas merancang sebuah perangkat sayap yang secara khusus berbentuk seperti kostum burung. Abbas Ibn Firnas menggunakan semacam sayap burung lengkap dengan bulu-bulunya yang terbuat dari sutra. Ia telah memperhitungkan alat ciptaannya itu mampu menahan berat tubuhnya dengan prinsip kepakan sayap seperti pada burung, kelelawar atau serangga.
Setelah yakin dengan kemampuan hasil penelitiannya itu, ia pun mencoba alatnya itu pertama kali dari sebuah menara masjid di Córdoba pada tahun 852 M. ilmuwan muslim ini terbang dengan menggunakan dua sayap. Abbas Ibn Firnas pun sempat terjatuh, beruntung berpikir visioner untuk melengkapi dirinya dengan baju khusus yang mampu menahan laju jatuhnya. Baju khusus tersebut di kemudian waktu menjadi cikal bakal parasut yang kita kenal sekarang.
Pada tahun 875 M, saat usianya menginjak 65 tahun, Abbas Ibn Firnas merancang dan melakukan percobaan terbangnya yang terakhir, menggunakan pesawat layang yang merupakan cikal bakal gantole.
Dianggap gila
Percobaan kali itu dilakukan dari menara di gunung Jabal al-‘Arus (Mount of the Bride) di kawasan Rusafa, dekat Córdoba dan disaksikan banyak orang yang antusias dengan percobaan-percobaan ilmuwan kebanggaan mereka. Namun demikian, sebagian orang menganggap apa yang akan dilakukan Abbas Ibn Firnas adalah hal gila dan mengkhawatirkan keselamatannya.
Sebelum melakukan uji coba penerbangannya itu, Abbas Ibn Firnas sempat mengucapkan salam perpisahan, karena khawatir jika percobaan penerbangannya gagal.
Ada yang menyebutkan bahwa ilmuan genius asal Arab ini berhasil terbang selama beberapa menit di udara, melakukan manuver, hingga menempuh jarak terbang yang cukup signifikan. Namun sayang Abbas Ibn Firnas gagal mendarat ke tempatnya dengan mulus. Abbas Ibn Firnas terempas ke tanah bersama hasil ciptaannya itu (pesawatnya) dan mengalami patah tulang pada bagian punggung. Kecelakaan itu terjadi lantaran dirinya lupa untuk menambahkan ekor pada alat buatannya itu.
Abbas Ibn Firnas lupa memperhitungkan pentingnya ekor sebagai bagian yang digunakan untuk memperlambat kecepatan saat melakukan pendaratan sebagaimana layaknya burung ketika menggunakan ekornya. Cedera punggung akibat kecelakaan tersebut beberapa tahun kemudian menjadi sebab wafatnya sang ilmuwan muslim ini.
Dikenang NASA
Pengalaman uji coba terbang yang dilakukan Abbas Ibn Firnas menjadi tongak awal bagi ilmuwan lain mempelajari lebih dalam menganai ilmu aernautika. Gagasannya terus dipelajari oleh ilmuwan-ilmuwan perintis ilmu kedirgantaraan lain setelahnya seperti Leonardo da Vinci (1452-1519) dari Italia, Otto Lilienthal (1848-1896), hingga Wright bersaudara (Orville, 1871-1948 dan Wilbur 1867-1912) dari Amerika Serikat.
Tak hanya mempelajari aeronautika dan membuat pesawat, Abbas Ibn Firnas juga mempelajari halilintar dan kilat, membuat tabel astronomi, serta menciptakan gelas berwarna. Abbas Ibn Firnas pun juga menemukan jam air yang disebut Al-Maqata.
Di bidang astronomi, ilmuwan muslim ini juga mengembangkan peraga rantai cincin yang digunakan untuk menjelaskan pola pergerakan planet-planet dan bintang-bintang.
Atas kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan, beberapa negara bahkan memberikan penghormatan khusus pada Abbas Ibn Firnas. Pemerintah Libya mengeluarkan prangko bergambar Abbas Ibn Firnas untuk mengenangnya.
Hal serupa juga dilakukan pemerintah Irak yang membangun patung sang penerbang pertama itu di sekitar lapangan terbang internasionalnya. Bahkan Irak mengabadikan nama sang ilmuwan sebagai nama bandara di utara Baghdad, yakni Ibnu Firnas Airport.
Baru-baru ini nama Abbas Ibn Firnas pun dijadikan sebagai nama sebuah jembatan besar di Sevilla, Abbas ibnu Firnas Bridge. Tak hanya itu, NASA pun menamai salah satu kawah di bulan dengan nama Ibnu Firnas Crater. (Angkasa)
Penulis | : | Hery Prasetyo |
Editor | : | Hery Prasetyo |
KOMENTAR