Advertorial
Intisari-Online.com -Pembersihan lahan di kawasan pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kecamatan Temon, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta dilanjutkan.
Seperti kemarin, PT Angkasa Pura I (Persero) menggerakkan belasan alat berat, seperti buldozer dan ekskavator untuk membersihkan lahan itu.
Mereka merubuhkan pohon mahoni, pohon kelapa, rerimbun bambu, hingga menggusur petak-petak sayur dan palawija yang ditanam warga yang masih bertahan di dalam kawasan NYIA.
Kebanyakan dari ladang itu ditanami cabai, terong, hingga pohon kelapa.
Baca juga:Inilah yang Akan Terjadi Jika Meletakkan Bawang Putih di Telinga, Khasiatnya Luar Biasa!
Redup mimik muka Suratinah, wanita setengah baya di Dusun Kragon 2, Desa Palihan, Ke amatan Temon, Kulon Progo, Yogyakarta. Ia mengaku sedih karena panen cabainya gagal.
"Semua sudah disorong (dikupas) alat berat. Daripada (melawan), saya pilih selamatkan 1 karung cabai sebelum alat itu datang," kata Suratinah, Jumat (29/6/2018).
Sudah jatuh tertimpa tangga, Widi Sumarto, suaminya, juga pernah mengalami hal serupa.
"Dulu juga pernah mengalami seperti ini, ribuan pohon cabai, 22 pohon kelapa. Cabai itu sudah berbuah. Semua digilas, angkong sampak alat semprot, semua digilas. Tidak ada yang bisa dipakai," kata Sumarto.
Baca juga:Heboh Penemuan Ikan Arapaima di Sungai Brantas, 'Monster Sungai Amazon' yang Kebal Peluru
"Sekarang saja ini tempat air (tandon) pecah ketimpa pohon yang dirubuhkan alat berat. Ini untuk hidup kami, mandi anak-anak, dan sehari-hari," kata Sumarto.
AP I bersama PP membersihkan lantas merapikan lahan itu. Pada hari pertama, mereka mengupas 13 hektar lahan. Hari Jumat ini, ada sekitar 4 hektar luasan lahan yang dirapikan.
Seperti hari sebelumnya, pembersihan lahan menyasar pohon-pohon. Mereka juga menggusur garapan tani warga, seperti kebun cabai, terong, lahan semangka, pohon kelapa, dan lainnya.
Garapan warga digusur dan bangunan-bangunan yang kosong dan rusak diambrukkan.
Banyak warga protes atas penggusuran lahan tani itu. Namun, tidak ada perlawanan berarti dari warga sepanjang proses penggusuran. Mereka terkesan pasrah.
Sofyan, salah satu warga, mendapati lokasi ia menanam semangka, cabai, kacang panjang, sudah tidak berbekas. Namun ia akan tetap bertahan dan kembali bercocok tanam.
Meskipun untuk kembali bisa hidup, akan memerlukan waktu sangat lama. Alat pompa, sumur, jaringan pemipaan, semua hilang dan butuh modal banyak.
"Kami komit menolak (NYIA) tanpa syarat. Kami tidak akan pindah. Sepanjang rumah ada, yang kami tempati, kami akan berjuang untuk pertahankan hak kami," tutur Sofyan.
Pekerja proyek PP, Adi Darmadi mengaku hanya bertugas membersihkan lahan termasuk merubuhkan pohon yang ada. Mereka bekerja sejak kemarin dan hari ini semua pekerjaan kelar.
"Siang ini semua selesai," katanya.
Manajer Proyek Pembangunan NYIA, R Sujiastono mengatakan, semua kegiatan ini bukan pengosongan lahan. "PP melanjutkan pelaksanaan pekerjaannya," kata Sujiastono.
Pembangunan NYIA terus berlanjut. Saat ini, terdapat 70 persen kawasan bandara yang sedang dalam tahap pemadatan. Bandara rencananya dibangun di atas lahan seluas 587 hektar.
Pembangunan ini tidak berjalan mulus. Sampai sekarang, masih bertahan 37 kepala keluarga yang menempati 31 rumah di IPL tersebut.
Mereka bertahan dan bercocok tanam. Mereka juga menolak ganti rugi yang ditawarkan pemerintah.
Pemerintah daerah dan AP I berencana memindahkan paksa warga yang terus bertahan ke rumah-rumah sewa dilatari klaim AP sudah menyelesaikan persoalan ganti rugi lahan bagi seluruh warga, melalui konsinyasi di pengadilan negeri.
Perlawanan
Kuasa hukum warga penolak pembangunan Bandara NYIA mengingatkan pemerintah dan AP bahwa upaya mereka ini semakin menyakiti warga.
Warga saat ini dinilai masih rasional. Mereka tidak melakukan perlawanan berarti karena menyadari akan sulit menghadapi alat berat dan personel aparat.
Menurutnya, warga kini tersakiti. Mereka pun semakin tidak percaya pada institusi negara maupun daerah.
Langkah apapun ke depan yang menyentuh hak warga bisa memantik kerumitan.
"Kalau sampai disenggol tempat tinggal rumah, maka mungkin akan ada perlawanan dari masyarakat," kata Teguh Purnomo, kuasa hukum warga.
Karenanya sebagai langkah warga berikutnya, mereka berencana mengadu ke Komnas HAM. Warga merasa hak hidup mereka telah diciderai.
"Awalnya memang ke Komnas HAM," katanya. (Dani Julius Zebua)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Daripada Melawan, Saya Pilih Selamatkan 1 Karung Cabai"".
Baca juga:Bukan Danau Toba, Inilah Danau Terdalam di Indonesia, Ada Gua Tengkorak di Dalamnya