Intisari-Online.com - Quick count, yang pada saat ini menjadi trending pencarian di Google, pernah menjadi pemicu kontroversi saat Pilpres 2014.
Pemicunya, saat itu ada perbedaan hasil quick count dari sejumlah lembaga yang menyelenggarakannya, membuat sebagian masyarakat menjadi ragu.
Masyarakat yang bingung, kemudian mengambil langkah “netral” yakni menunggu hasil perhitungan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan diumumkan pada 22 Juli 2014.
Sekilas langkah itu terkesan paling bijaksana daripada meributkan hasil quick count yang seolah tak ada ujungnya, tapi apakah memang sudah benar?
Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia, Hamdi Muluk menyatakan, justru hasil quick count seharusnya justru menjadi alat pengontrol kemungkinan terjadinya kecurangan dalam perhitungan KPU.
“Quick count bukan sekadar untuk tahu (hasil) Pemilu, melainkan juga sebagai perbandingan dengan hasil resmi KPU,” kata Hamdi, seperti dikutip Kompas.com (11/7).
Adanya persoalan pada hasil quick count, menurut Hamdi, jangan lalu membuat hitung cepat itu kita “bunuh”.
Artinya, jangan hanya karena ada tiga atau empat lembaga yang memberi hasil berbeda, lantas quick count kita singkirkan.
Baca juga: (Foto) 10 Foto Ini Menunjukkan Betapa Tidak Berdayanya Manusia Menghadapai Kekuatan Alam
“Kalau kita bunuh, kita juga membunuh ilmu pengetahuan,” tutur dia.
Menurut Hamdi, seharusnya hasil quick count tidak jauh berbeda antara lembaga satu dengan yang lain.
Asalkan metodologinya sama-sama benar. Apalagi quick count berbeda dengan survei.
Penulis | : | |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR