Advertorial

'Istriku Terus Saja Mengeluh Karena Keadaan, Bagaimana Mengatasinya?'

Moh. Habib Asyhad
K. Tatik Wardayati
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Intisari-Online.com – Suami yang malang itu ialah Pak Prihatin. Bayangkan, segera sampai di rumah dia mengharapkan bisa beristirahat. Namun, yang dihadapi keluhan yang tidak ada hentinya.

Pak Prihatin mungkin bukan orang satu-satunya yang mengalami ha I itu. Apa yang bisa dilakukan untuk membantu Ibu Prihatin mengatasi kesulitannya?

Kieluarga Pak Prihatin tinggal di Jl. Karang Lusuh di sebuah rumah yang letaknya berdempet-dempetan, di pusat keramaian Kota Jakarta. Sudah dua puluh tahun mereka tinggal di sana. Pak Prihatin orangnya pendiam, sedangkan istrinya wanita gemuk montok yang hobinya berkeluh kesah.

Mereka tinggal bersama putri tunggalnya, Asih, yang baru menikah. Untuk sementara Asih dan suaminya masih tinggal di rumah itu, sampai mereka menemukan rumah kontrakan.

Waktu itu setelah makan malam, ketika kedua orang tua, anak dan menantu sedang duduk-duduk di teras, Bu Prihatin tiba-tiba nyeletuk, "Uh, panasnya."

Baca juga: Mengeluh dengan Pekerjaan Anda saat Ini? 10 Foto ini Akan Membuat Kita Bepikir Ulang

"Memang panas," Asih mernbenarkan, begitu juga suaminya.

"Ah, biasa-biasa saja," Pak Prihatin nyeletuk dari balik lembar acara TV.

"Ya, karena kau 'kan tidak masak makan malam," bantah Bu Prihatin.

Pak Prihatin tidak menjawab. Bu Prihatin terus saja mengomel. Keluh kesahnya bahkan sempat menyinggung-nyinggung sikap Asih yang katanya sekarang membencinya.

Soalnya, dia tahu Asih sudah mulai mencari-cari rumah kontrakan untuk meninggalkannya. Sedangkan Tono, menantunya yang pendiam itu, dianggapnya tidak lagi mau bicara dengannya.

Keluhan Bu Prihatin masih saja berkepanjangan. Sambil mengipas-ngipas, dia mulai mengeluh lagi pada suaminya, "Pak, kenapa sih kita tidak beli rumah di Dusun Indah atau Bukit Permai saja? Di sana kita bisa punya tetangga yang lumayan. Tidak seperti di sini, orang luntang-lantung melulu!"

Baca juga: Wanita Ini Mengeluh Sakit, Saat Diperiksa Ternyata Tulangnya 'Lenyap', Dokter pun Kebingungan

"Ah, di sana pun kau pasti akan mengeluh lagi," kata Pak Prihatin dari balik bacaannya. "Di sana juga sama saja panasnya seperti di sini," tambah Pak Prihatin.

"Pasti tidak. Kau sih memang enak, pergi kerja sampai sore. Tidak merasakan 'enaknya' dipanggang dalam oven ini sepanjang hari!" sahut Bu Prihatin dengan ketus.

Pak Prihatin tidak menyahut apa-apa, ia beranjak masuk, minum ... lalu tidur. Begitu pula anak dan menantunya. Mungkin Anda pernah berjumpa dengan orang-orang seperti Bu Prihatin, yang terus mengeluh sampai Anda rasanya enggan dekat-dekat. Mengapa sampai ada orang yang mempunyai kebiasaan seperti itu? Baiklah, kita lihat latar belakang hidupnya.

Suami Bu Prihatin cuma karyawan administrasi biasa di sebuah perusahaan swasta dan lingkungan tempat tinggal mereka bukanlah yang menjadi favorit banyak orang. Mereka punya sebuah sepeda motor yang sudah tua, sedangkan perabot rumah sama atau lebih tua dari itu.

Pada perasaan Bu Prihatin, gara-gara faktor-faktor inilah ia tidak bisa diterima masyarakat sebagaimana mestinya. Dulu ia bercita-cita bisa menghidangkan kopi atau teh plus camilan dengan cangkir dan piring-piring anggun, dan duduk di perabotan kayu jati berukir.

Baca juga: Pria Ini Mengeluh Sakit, Ternyata Ada Rongga Udara Besar di Kepalanya, Kok Bisa? Berikut Penjelasan Medisnya

Tapi sekarang rumahnya ternyata lebih pantas jadi museum tanggung, terselip di tengah-tengah kota yang sarat dengan segala macam polusi. Suaminya menghirup kopi dari gelas

Bu Prihatin ingin dan merasa perlu hidup kaya serba bergaya. Karena kenyataannya demikian, ia merasa tidak diterima oleh masyarakat. Memang ia benar.

Seperti banyak keluarga Iain, keluarga Prihatin tidak sampai dipandang orang dengan mendongak atau dengan sorot mata kekaguman. Diterima tidak, tidak diterima juga tidak.

Kebutuhan Bu Prihatin untuk diterima itu jelas tidak memperoleh pemuasan dari suaminya. Ketika masih pengantin baru dulu, suaminya masih suka membanggakan istrinya dengan, "Kau memang montok dan seksi."

Tapi lama-lama suaminya sebal melihat sanjungan bukan memuaskan, malah mengobarkan kehausan istrinya untuk disanjung-sanjung. Sekarang Pak Prihatin merasa sudah cukuplah kalau komentarnya sesuai dengan kenyataannya saja, seperti, "Tiap hari rasanya kau makin lebar saja."

Baca juga: Sering Mengeluh Jalan Tol Macet? Jangan-jangan Perilaku Mengemudi Anda Ini yang Jadi Penyebabnya!

Karena kebutuhannya tidak mendapat pemuasan, Bu Prihatin merasa agak jengkel terhadap keluarganya dan dunia umumnya. Maka bertahun-tahun ia mengembangkan kebiasaan mengeluh kepada keluarga atau kenalan, sebab itu cara untuk melampiaskan kejengkelannya.

Ia berhasil membuat suami, anak dan menantunya jengkel, merasa bersalah atau paling tidak terganggu. Sehabis mengeluh ia merasa lega, karena hasrat agresifnya tersalur sudah. Selain itu, ia juga-memperoleh pembenaran dari Asih.

Memang benar, tukang mengeluh itu hanya bisa bahagia jika sedang berkeluh kesah. Soalnya, pada waktu itu kebutuhan mereka terpuaskan.

Apakah Bu Prihatin bisa ditolong?

Menurut Psikolog Joan Rais, bila hal yang menimbulkan ketidakpuasan tersebut tidak dapat diubah, maka mau tak mau, Bu Prihatin harus membuka matanya untuk menghadapi kenyataan yang ada.

Baca juga: Bukan dengan Mengeluh! Ibu Ini 'Merayakan' Penyakit Langka yang Dideritanya dengan Pemotretan

Berkumpul dengan ibu-ibu lain yang tingkat ekonominya sebanding bisa mengurangi pemikirannya yang melulu tertambat pada kekurangannya.

Sebaliknya, bergaul dengan ibu-ibu yang tingkat ekonominya lebih tinggi diperkirakan akan lebih menimbulkan banyak kesulitan baginya. Ia akan semakin tidak puas dengan keadaannya.

Memang ada orang tertentu yang akan berusaha melakukan apa saja untuk menarik perhatian orang lain padanya. Perhatian apa pun yang sudah diberikan oleh lingkungannya akan selalu dirasakannya kurang.

Bila ternyata Bu Prihatin memang mempunyai bentuk kepribadian seperti itu, perlu pengamatan dan pendekatan tertentu untuk menanganinya.

Barangkali dengan menggunakan sistem trial and error, yaitu memberikan reaksi tertentu bila ia membuat suatu aksi, lalu diamati hasilnya sampai ditemukan pola tertentu bagaimana mengatasinya.

Bisa dengan hanya didiamkan saja, bisa juga dengan diberi perhatian yang sangat berlebihan atau dilakukan tindakan-tindakan lain yang dapat mengakibatkan pengurangan perilaku tersebut.

Bantuan orang lain (di luar keluarga) akan juga dirasakan sangat membantu. Bila ingin dipecahkan dalam keluarga sendiri, keterbukaan masing-masing anggota keluarga akan sangat berperan dalam penyelesaian masalah ini. (Stuart Palmer)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1987)

Baca juga: Benar-benar Teladan, Pria Inggris Ini Tidak Pernah Mengeluh Dalam Keadaan Sesulit Apa pun

Artikel Terkait