Intisari-Online.com- Hari itu, seperti biasa seekor katak berlompatan ke sana ke mari. Ia melakukannya karena ia diberkahi empat kaki panjang yang bisa melompat dengan sempurna dan mendarat juga dengan sempurna.
Melihat itu, seekor siput memandang sinis. Ia begitu iri dengan kemampuan katak itu. Sehingga, setiap kali bertemu, si siput akan selalu memandang sinis si katak.
Pada akhirnya, katak telah kehilangan kesabaran. Ia selalu merasa risih takkala ditatap begitu tajam oleh si siput. Ketika keduanya tidak sengaja bertemu di alam bebas, si katak memberanikan diri bertanya.
“Wahai tuan siput, apakah saya melakukan kesalahan? Mengapa sepertinya Anda sangat membenci saya?” tanya si katak tidak tahan.
Merasa ditanya seperti itu, si siput menjawab sambil mendengus.
“Hus, kalian kaum katak mempunyai empat kaki. Dan kaki-kaki itu begitu kuat sehingga bisa melompat ke sana dan ke mari. Sedangkan saya? Coba lihat, saya mesti membawa cangkang yang berat ini dan selalu merangkak di tanah,” balas si siput sedih.
Mendengar itu, si katak menggelengkan kepalanya. “Saya tidak tahu mengapa Anda harus iri. Sebab semua orang memiliki kekurangan dan kelebihan masing. Anda hanya bisa melihat kegembiraan kami, para kaum katak. Tetapi Anda tidak bisa melihat penderitaan kami,” jawab si katak tenang.
Dan tidak lama, seekor elang besar terbang ke arah mereka. Seperti kebiasaannya, si siput langsung masuk ke dalam cangkang besarnya. Sementara, si katak menjadi mangsa si elang.
Setelah semua terasa aman, si siput ke luar dari cangkangnya dan menatap langit. Ia bersedih karena katak telah dimangsa oleh elang.
Sifat dasar manusia ialah tidak pernah puas. Padahal, jika ia menikmati kehidupannya sendiri. Jika ia tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Maka ia bisa jauh lebih bahagia.
Iri hati tidak akan membawa kebaikan. Melainkan lebih banyak penderitaan. Lebih baik pikirkan apa yang telah kita miliki karena akan membawa rasa syukur dan kebahagiaannya untuk diri kita sendiri.