Kalau kita mau jeli, sebenarnya kostum-kostum yang tersedia di sport center besar di Indonesia kebanyakan berasal dari klub atau negara yang sudah dikenal dalam dunia sepakbola. Misalnya kostum klub dari Liga Italia, Liga Inggris, dan Liga Spanyol. Tim-tim nasional juga dari negara-negara yang selama ini tenar dalam kejuaraan dunia.
Bagi Dedy maupun Septo, kondisi itu menjadi sebuah peluang. Mereka menyediakan kostum-kostum dari negara yang kurang terdengar di Indonesia. Meski peminatnya tidak banyak, tapi mereka justru sangat fanatik. “Ada yang minta dicarikan kostum dari Liga Rusia, Liga Portugal, atau liga-liga di Afrika juga ada,” cerita Dedy tentang konsumennya.
Dari sekian banyak permintaan yang aneh-aneh, Dedy mengaku permintaan tersulit adalah kostum Liga Jepang. Selain tidak terlalu laris di pasaran umum, kostum tim-tim liga Negeri Matahari Terbit ini juga jarang dijual di luar negaranya. Kalaupun ada, jumlahnya tidak banyak. Pilihannya paling membeli di Singapura atau langsung memesan ke Jepang melalui kenalannya yang ada di sana.
Septo juga melihat peluang yang sama. Maka jangan heran ada beberapa kostum tim tak terkenal nangkring di tokonya. Contohnya kostum timnas Kamerun di Piala Dunia 1994, kostum salah satu anggota Liga Utama Belgia, dan beberapa kostum Liga Thailand. Tentu saja untuk mendapatkannya, tidaklah mudah. Kegemarannya jalan-jalan ke Thailand, sedikit banyak telah membantunya memuluskan bisnis yang telah dia rintis sejak 2006 itu.
Setan Merah paling laris
Sejauh ini, dari sekian banyak kostum klub dan negara yang beredar di pasar Indonesia, jersey klub Manchester United (MU) dan AC Milan, merupakan yang paling banyak dicari. Maklum, dua klub itu memang yang paling populer sehingga berkorelasi dengan permintaan kostumnya.
Untuk kostum MU alias tim Setan Merah, selain jersey terbaru, kostum yang paling paling sering dicari adalah saat Liga Inggris 1992-93. Alasannya, musim tersebut merupakan tonggak dari kebangkitan MU yang ditandai trofi pertama berkat sentuhan pelatih Sir Alex Ferguson. Di toko milik Dedy sendiri, pada 2012 terjual tak kurang 600 kostum MU. Untuk 2013 ini, targetnya 1.500 kostum.
Sementara di toko Septo, situasinya mirip. Tahun 2012 ia sukses menjual 700 kaos MU yang kebanyakan edisi musim 2010-11 dan klasik. “MU masih yang paling banyak peminatnya di Indonesia. Sebagus-bagusnya klub-klub lain, rasa-rasanya sulit menggesernya, ” kata Septo yang notabene adalah napoletani alias penggemar berat klub S.S. Napoli ini.
Di luar dua kostum favorit itu, ada beberapa kostum edisi spesial yang juga tak kalah laris. Dedy mencontohkan jersey centenary-nya Juventus yang berwarna pink pada musim 1996-97. Ada juga Inter Milan edisi 100 tahun dengan corak salib merah di tengahnya. Rata-rata, jersey semacam itu bisa dijual seharga Rp2-4 juta per buah. Wow!
Menyasar pasar offline
Maraknya penjualan jersey sepakbola ini memang tidak lepas dari maraknya penjualan online. Baik Dedy maupun Seto mengakui kedahsyatan pasar di internet ini. Khusus Dedy, bahkan 80% pesanan berasal dari dunia maya. Sisanya barulah yang dipajang di kiosnya yang berada di bilangan Blok M, Jakarta Selatan.
Sementara Septo, penjualan online-nya lebih besar lagi, yakni mencapai 95%. Karena itu salah satu target yang dikejarnya adalah memperluas penjualan offline alias secara langsung. Antara lain langkah yang telah dilakukannya adalah memaksimalkan kios yang sekarang ada serta membuka kios baru sebagai cabang. “Mudah-mudahan bisa dalam waktu dekat,” harap Septo.
Langkah memperkuat pasar secara langsung ini tentu konse-kuensinya sangat jelas. Mereka harus siap bertarung dengan pedagang jersey KW serta sport center di pusat perbelanjaan. Menghadapi “big match” ini, nyali Dedy tidak lantas ciut. Seperti dalam keyakin-annya, semahal apa pun harga kos-tum asli, tak lantas membuat fans fanatiknya enggan membeli
Source | : | majalah intisari |
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR