Intisari-Online.com - Tahun 2013, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan dalam hasil surveinya bahwa tingkat literasi (melek) keuangan Indonesia baru mencapai 21,8 persen dengan tingkat inklusi 59,7 persen. Parahnya lagi, masyarakat berpenghasilan rendah hanya mencapai angka 18,71 persen. Jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia Tenggara, tingkat literasi keuangan Indonesia masih berada di level bawah. Tercatat, posisi Indonesia di bawah Filipina dengan 27%, Malaysia sekitar 66%, dan Thailand yang mencapai 73%.
Posisi Indonesia bahkan sangat jauh jika disandingkan dengan Singapura yang tingkat literasi keuangannya mencapai 98%. Angka tersebut tentu saja memberikan gambaran bahwa masyarakat Indonesia belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keuangan. Pandji Harsanto, konsultan senior di OneShildt Financial Planning, mengatakan, pendidikan tentang pengelolaan keuangan memang harus sudah diajarkan sejak dini. Dengan begitu, seseorang akan terbiasa dengan pengelolaan keuangan yang sehat.
Lebih lanjut, menurut Pandji, masyarakat yang mampu merasakan manfaat dari literasi finansial akan memahami perencanaan keuangan dengan baik. Nah, untuk meningkatkan literasi finansial, seseorang dapat menggunakan jasa perencana keuangan.
Rekomendasi yang objektif
Pandji menjelaskan, idealnya setiap individu yang telah memiliki penghasilan sendiri sudah seharusnya memiliki perencanaan keuangan. Membuat perencanaan keuangannya pun dapat dilakukan sendiri. Misalnya dengan menggunakan buku panduan ataupun mengikuti pelatihan perencanaan keuangan.
Namun, jika seseorang tidak mampu mengatur keuangannya atau membutuhkan bimbingan terkait permasalahan keuangan yang dihadapi, maka jasa perencana keuangan dapat digunakan.
Saat ini, ada begitu banyak perencana keuangan baik yang independen (perseorangan ataupun lembaga konsultan) maupun perencana keuangan yang terafiliasi dengan lembaga penyedia produk keuangan. Menurut Pandji, yang terpenting adalah perencana keuangan harus mampu membantu kliennya untuk mencapai tujuan keuangan yang telah ditetapkan. Ini dilakukan melalui proses analisis yang menghasilkan rekomendasi dan rencana tindakan dengan tetap memperhatikan kondisi kesehatan, aspek manajemen risiko, dan profil risiko klien.
(Selengkapnya dapat dilihat di artikel "Akhirnya, Rudi Pun Butuh Perencana Keuangan" dalam Majalah Intisari Edisi Maret 2016)