Kisah Yenni Linda Yanti, Perempuan Pertama di Aceh yang Menikmati Cuti Melahirkan Terlama

Moh Habib Asyhad

Editor

Kisah Yenni Linda Yanti, Perempuan Pertama di Aceh yang Menikmati Cuti Melahirkan Terlama
Kisah Yenni Linda Yanti, Perempuan Pertama di Aceh yang Menikmati Cuti Melahirkan Terlama

Intisari-Online.com -Yenni Linda Yanti disebut sebagai perempuan pertama di Aceh yang menikmati cuti melahirkan terpanjang. Seperti dilansir dari Tribunnews.com, perempuan yang berprofesi sebagai perawat itu mengajukan cuti melahirkan sebulan sebelum proses melahirkan. Tepatnya 11 Agustus lalu.

Tak lama kemudian, bagian kepegawaian rumah sakit memanggilnya dan membuatnya terkejut. Ia pun menjadi ibu pertama yang menikmati cuti melahirkan paling lama di Indonesia, enam bulan. “Rupanya keluar peraturan gubernur (menyangkut cuti melahirkan) dan saya dihubungi kepegawaian dan saya yang pertama dapat cuti,” kata Yenni kepada BBC Indonesia.

Peraturan Gubernur Aceh Zaini Abdullah yang dimaksud Yenni adalah yang ditandatangani tanggal 12 Agustus 2016 lalu tentang Pemberian Air Susu Eksklusif, dengan cuti melahirkan selama enam bulan untuk pegawai negeri sipil, tenaga kontrak dan yang bekerja di jajaran Pemerintah Aceh. Peraturan Gubernur ini sempat mengundang perdebatan karena cuti nasional Indonesia hanya tiga bulan.

Bagi Yenni, cuti selama enam bulan ini sangat membantunya untuk tidak merasa khawatir lagi dalam membesarkan bayinya.

Lalu bagaimana dengan pekerjaan dan produktivitasnya? “Saya kerja di rumah sakit, kalau lagi di kamar operasi ... saya tak bisa pulang tepat waktu ... harus ikut operasi dulu. Jadi waktu cuti (anak pertama) anak saya masih kecil sekali (saat ditinggal kerja),” ujarnya. “Dengan dapat enam bulan ini, bersukur sekali, anak sudah dapat ASI (air susu ibu) eksklusif dan sudah dikasih makanan tambahan. Saat anak yang pertama, saya harus pompa ASI di sela-sela pekerjaan.”

Beberapa orang menyambut hangat berita ini, tapi sebagian juga mencoba mengritisinya. Mereka menyebut cuti enam bulan ini sangat tidak produktif. Pemerintah dianggap seenaknya menetapkan karena buat mereka gajinya dibayar oleh negara.

“Tidak juga,” jawab Yenni, singkat.

Peraturan gubernur di Aceh ini juga diberlakukan untuk suami selama tujuh hari sebelum dan sesudah melahirkan serta bagi perusahaan yang disebutkan “wajib memberikan cuti hamil bagi pekerja atau buruh sesuai peraturan perusahaan antara pengusaha dan pekerja atau buruh.”

Aceh banyak mendapatkan sorotan organisasi hak asasi manusia, antara lain karena sejumlah peraturan yang dianggap mengekang hak perempuan, termasuk sanksi bagi mereka yang mengenakan celana panjang ketat. Namun, Aceh—yang menerapkan hukuman syariah—dipuji karena penerapan cuti melahirkan selama enam bulan ini.(Tribunnews.com)