Intisari-Online.com – Pada suatu hari, ada seorang petani yang tengah mengendarai gerobak dengan membawa semua hasil panennya menuju ke pasar di kota. Jalan yang dilalui sangat licin dan becek, karena hujan deras baru saja mengguyur bumi. Hal itu membuat kedua kudanya merasa kesulitan dan kelelahan karena medan yang dilalui begitu sulit.
Hingga pada akhirnya, roda kereta kuda itu terjebak dalam lubang yang berlumpur sangat dalam. Sehingga membuat kereta itu terhenti karena kuda yang menarik kereta itu tak mampu lagi menarik beban yang begitu berat. Dengan marah-marah, petani itu berteriak pada kuda-kudanya agar menarik kereta itu lebih kuat lagi.
Tapi karena beban yang di muat terlalu berat dan lubang berlumpur yang begitu dalam, kuda-kuda tersebut tetap tak mampu menarik gerobak itu. Karena marah dan emosi, petani itu mengambil cambuk dan menyambuk kuda-kudanya dengan keras. Berharap kuda-kudanya segera menarik gerobak itu dan membebaskan roda gerobak dari jebakan umpur.
Tapi lagi-lagi kuda-kuda itu tetap tak mampu. Dengan kesakitan dan kepayahan yang sangat, akhirnya kuda-kuda itu terduduk lemas. Petani itu malah tambah marah-marah dan mencambuk kudanya yang sudah tak berdaya dengan beringas. Ternyata hal tersebut diperhatikan oleh seorang pembesar yang lewat. Melihat perlakuan petani itu, pembesar itupun menegurnya.
“Hai kau petani bodoh..” kata pembesar itu dengan nada marah.
“Iya tuan ku,” jawab petani itu dengan takut setelah tahu yang menegurnya adalah seorang pejabat istana.
“Kau itu sungguh petani miskin, bodoh, kejam, dan tak memiiki hati. Kamu tak pantas disebut manusia,” kata pembesar itu dengan spontan.
“Maaf tuan ku, memangnya apa salah hamba?” tanya petani itu.
“Kau sudah tahu bahwa kudamu sudah tak kuat, beban yang kamu bawa juga terlalu berat. Bukannya membiarkan kudamu istirahat, malah kau mencambuknya tanpa ampun. Padahal kau sendiri hanya berada di atas gerobak tanpa mau berusaha dan mencari cara untuk membebaskan roda gerobak mu dari jebakan lumpur. Cobalah jangan bersikap angkuh, hewan juga mahluk hidup sebagaimana kita. Cobalah kau turun, angkat rodamu untuk membantu kuda mu. Niscaya roda mu akan terbebas dari umpur tanpa perlu kau mencambuk kuda-kuda mu yang malang,” kata pembesar istana itu.
Sadar akan kesalahannya, petani itupun meminta maaf. Dia pun membiarkan kudanya istirahat sejenak, dan mencarikan rumput sebagai makanan kuda-kudanya. Setelah dirasa cukup, dia pun mengangkat roda yang terjebak di lumpur sambil menyuruh kuda-kudanya untuk menarik gerobaknya. Akhirnya dengan susah payah dan usaha bersama, gerobak itupun terbebas dari jebakan kubangan lumpur. Dan petani itu kembali melanjutkan perjalananya dengan membawa pelajaran yang berharga dalam hidupnya.
Demikian pula dalam kehidupan kita. Jangan hanya berpangku tangan tanpa mau membantu satu sama lain. Ini adalah sifat yang sangat buruk yang harus kita hindari. Marilah kita mencoba untuk saling menghargai sesama makhluk hidup, baik hewan, tumbuhan, manusia, dan lainnya. Karena mereka pun ciptaan Tuhan, yang sama seperti kita. (KBS)