Intisari-Online.com - Patung raksasa berbentuk makhluk astral ini sering disebut ogoh-ogoh. Ia menggambarkan kepribadian Butha Kala yang dalam ajaran Hindu Dharma dipresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.
Nama ogoh–ogoh itu sendiri diambil dari sebutan ogah-ogah dari bahasa Bali. yang artinya sesuatu yang di goyang-goyangkan. Memang dalam pementasannya, ogoh-ogoh di angkat oleh beberapa orang dengan digoyang-goyangkan dan berlarian ke sana kemari sehingga terlihat raksasa tersebut seolah-olah menari-nari dengan angkuhnya.
Pementasan rutin ogoh-ogoh digelar di saat menjelang perayaan Nyepi. Ogoh-ogoh dipertunjukan pada perayaan ngerupuk (upacara pengusiran Butha Kala) dalam rangkaian dari upacara Tawur Agung Kesanga yaitu sebuah prosesi ekspresif - kreatif masyarakat Hindu dalam memaknai perayaan pergantian tahun Saka.
Dalam prosesi Tawur Agung Kesanga yang diadakan di Candi Prambanan 11 Maret 2013, tujuh ogoh-ogoh dengan berbagai bentuk ditampilkan untuk memeriahkan prosesi ini. Ogoh-ogoh ini dibuat oleh kelompok-kelompk yang sebagian besar mahasiswa Hindu yang sedang kuliah di berbagai universitas di Yogyakarta.
Selepas ditampilkan di Candi Prambanan, ogoh-ogoh ini dikirim ke masing-masing daerah yang pada sore harinya akan di arak keliling kampung serta dibakar. Warga sekitar kampung rela berdesak-desakan untuk menyaksikan pementasan ogoh-ogoh. Pengarakan ogoh-ogoh dilakukan untuk menghilangkan energi negatif yang ada di wilayah tersebut sehingga lingkungan sekitar, umat Hindu, serta alam semesta kembali bersih dari angkara murka.
Seorang umat merapikan ogoh-ogoh untuk dipentaskan.
Bentuk ogoh-ogoh sangat beragam dan menyeramkan.
Beberapa orang berlarian ke sana kemari sambil mengangkat ogoh-ogoh.
Penulis | : | Kurniawan Adi Nugroho |
Editor | : | Kurniawan Adi Nugroho |
KOMENTAR