Intisari-Online.com – Kalau saat ini Jokowi yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan berani “melokalisasikan” PKL Tanah Abang, bisa jadi beliau bercermin pada Ali Sadikin, pendahulunya. Majalah Intisari edisi Juni 1968 pernah menurunkan tulisan J. Adisubrata tentang Ali Sadikin, sang Gubernur DKI Jakarta. Tulisan tersebut berkisar pada pembangunan Ibukota dan masalah-masalahnya.
Mari kita nikmati tulisan tersebut.
Pernah Sadikin menceritakan proses lahirnya permandian dan WC umum sungai Ciliwung sepanjang jalan Gajahmada. Permandian-permandian dan WC umum itu adalah salah satu dari perbaikan yang pertama-tama dilaksanakan olehnya sejak menjabat Gubernur DKI Jakarta Raya.
“Berbagai hal harus dipikirkan. Misalnya orang-orang itu sudah biasa mandi dan mencuci bersama, sambil bercakap-cakap. Sudah biasa dengan tempat terbuka yang mungkin menimbulkan suasana lapang. Tetapi pandangan yang tidak sedap itu perlu dihilangkan. Tembok yang rapat, mudah memberi kesempatan bagi perbuatan-perbuatan melanggar kesusilaan. Maka akhirnya dipilih bentuk tempat mandi yang sekarang ini. Tentu ini hanya pemecahan sementara bagi masalah kekurangan air.”
Seperti diketahui tempat mandi di sungai Ciliwung dikelilingi dengan tembok rendah yang berlubang-lubang. Sepintas lalu kelihatannya pagar sebuah taman dengan bagian yang menjorong di atas sungai.
“Dengan demikian orang-orang tetap bisa mandi dan mencuci bersama-sama seperti dulu, dapat mandi di dalam sungai. Tetapi dapat menikmati suasana lapang dengan adanya lubang-lubang. Tetapi merekapun terlindung dari pandangan orang banyak di jalanan, yang bagaimanapun selalu tergoda untuk melirik pada orang-orang yang tidak berpakaian lengkap,” tambah Pak Sadikin.
Ketika pada awal wawancara kami menanyakan, bagaimana caranya menetapkan prioritas pembangunan-pembangunannya yang penuh sukses itu, ia menjawab, “Mudah sekali. Bayangkan saja kehidupan rakyat ibukota sehari-hari. Bangun tidur ia mandi. Setelah sarapan, berangkat ke pekerjaan atau bagi anak-anak ke sekolah. Ia menunggu kendaraan umum di pinggir jalan, demikian selanjutnya. Dengan sendirinya terlihat kebutuhan-kebutuhan pokok yang pertama-tama diperlukan: air, kendaraan umum, halte bus yang melindunginya dari panas dan huja, gedung-gedung sekolah, dan seterusnya.”
(Bersambung)