Lorong Masa: Gubernur DKI Jakarta Raya, Ali Sadikin (4)

K. Tatik Wardayati

Penulis

Lorong Masa: Gubernur DKI Jakarta Raya, Ali Sadikin (4)
Lorong Masa: Gubernur DKI Jakarta Raya, Ali Sadikin (4)

Intisari-Online.com – Kalau saat ini Jokowi yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan berani “melokalisasikan” PKL Tanah Abang, bisa jadi beliau bercermin pada Ali Sadikin, pendahulunya. Majalah Intisari edisi Juni 1968 pernah menurunkan tulisan J. Adisubrata tentang Ali Sadikin, sang Gubernur DKI Jakarta. Tulisan tersebut berkisar pada pembangunan Ibukota dan masalah-masalahnya.

Mari kita nikmati tulisan tersebut.

“Terus terang penghasilan saya kalah dengan istri saya. Saya harus membiarkan dia bekerja untuk kehidupan keluarga saya.”

Bu Nani Sadikin adalah dokter gigi. Prakteknya di rumah. Para pasien dapat masuk ke tempat praktek dari pintu khusus di samping, tanpa melalui penjagaan.

Bu Sadikin tidak saja penghasilannya lebih banyak, tetapi menurut suaminya juga berasal dari keluarga yang lebih berada daripada ia sendiri.

Memang, sekalipun tidak kekurangan, orangtua Sadikin tidak dapat dikatakan kaya setelah kepala keluarganya meninggal. Ketika ayahnya meninggal, Sadikin baru duduk di sekolah dasar. Dapat dibayangkan kehidupan seorang janda yang hanya dapat mengharapkan dari pensiun untuk membesarkan enam orang anak dan menyekolahkan mereka.

Setelah sekolah dasar dan menengah di Sumedang dan Bandung, Sadikin meneruskan ke Sekolah Tehnik Menengah. Kemudian di zaman Jepang, masuk Sekolah Pelajaran Tinggi. Di sini berkenalan dengan almarhum Martadinata. Kemudian menjadi guru se­kolah pelajaran, mengadjar praktek di kapal yang kebetulan juga dinahkodai Pak Martadinata. Ke­tika itu kerapkali ia bertugas di Tanjung Priok.

Setelah revolusi, sejak bulan September 1945 ia ditugaskan ke Tegal dalam Badan Persiapan ALRI Pangkalan IV Tegal. Lima tahun Sadikin bertugas di sana, diselingi masa Clash I yang menyebabkan ia bersama pasukannya hijrah ke Jawa Tengah (Wonosobo, Temanggung) dan diselingi pula Clash II, ketika Sadikin berjuang di Pemalang dan Pekalongan.

Dari tahun 1950-1954 Sadikin menjabat Komandan Kesatrian AL Wonokitri, merangkap kepala Staf KKO di samping menjadi dosen pada Akademi AL dan perwira hakim di pengadilan militer daerah Surabaya-Malang.

Th. 1954 ia dikirim ke Amerika, mengikuti pendidikan marinir disana (USMC).

Dari tahun 1954-1959 ia menjabat Komandan Pusat Pendidikan KKO AL, merangkap komandan pasukan induk KKO. Tahun 1959 menjadi Deputy II Menteri/Panglima AL sampai tahun 1963, ketika ia diangkat menjadi Menteri Perhubungan Laut merangkap Menteri Koordinator Maritim. Riwayat hidup selanjutnya telah diceritakan.

Keluarga Ali Sadikin dikaruniai 4 orang anak, semuanya laki-laki. Yang sulung kelas 6 SD, yang keempat kelas 1.

Pada akhir wawancara Pak Sa­dikin marah besar karena petugas lalai menjalankan instruksinya. Pak Gub harus meresmikan pembukaan Art Shop (Toko barang-barang kesenian) di Kemayoran jam 11. Ia minta agar Bu Sadi­kin dijemput dan dibawa ke kantor Gubernuran untuk kemudian bersama-sama suaminya pergi ke Ke­mayoran.

Tetapi yang terjadi kebalikannya. Mobil sudah siap, tetapi un­tuk membawa Pak Sadikin ke rumah, baru kemudian bersama ibu ke Kemayoran. Salah urus petugas! "Bagalmana, hilang waktu! Hilang waktu!" katanya marah-marah. Belakangan kami dengar bahwa kelalaian petugas ini menyebabkan Pak Sadikin dan Ibu terlambat setengah jam.

Hari berikutnya kami menerima telpon dari Pak Sadikin. Ia menjelaskan persoalan dan mengatakan, ''Jangan salah tangkap. Saya tidak marah pada saudara." Kami menjawab, "Tidak, Pak. Saya tahu. Bagi saya peristiwa kecil itu merupakan ilustrasi dari Pak Sadi­kin yang ingin bekerja serba efisien".

(Selesai)