Intisari-Online.com -Setelah upacara Nyantri, prosesi dilanjutkan dengan Siraman. Untuk prosesi royal wedding ini dimulai dengan melakukan siraman bagi calon pengantin putri GKR Hayu di Bangsal Sekar Kedhaton, Senin (21/10/2013) sekitar pukul 11 siang.
Upacara Siraman diawali dengan Doa oleh Nyai Kangjeng Raden Penghulu Dipodiningrat, dilanjutkan Siraman yang pertama Gusti Kangjeng Ratu Hemas, kemudian dilanjutkan Gusti Kangjeng Ratu Pembayun, Gusti Bendara Raden Ayu Murdokusumo BA, Bendara Raden Ayu Puruboyo, diakhiri dengan muloni wudhu oleh Nyai kangjeng Radwn Penghulu Dipodiningrat serta mengakhirinya dengan Doa.
"Setelah selesai Upacara Siraman kemudian kembali duduk di Kagungan Dalem Bangsal Sekar Kedhaton," ujar GKR Pembayun, kakak sulung GKR Hayu.
Adapun terkait upacara siraman, Gusti Pembayun menerangkan kata Siraman berasal dari kata siram yang berarti mandi. Siraman mengandung arti memandikan calon mempelai yang disertai dengan niat membersihkan diri agar menjadi bersih dan murni atau suci lahir dan batin. Upacara Siraman dilakukan di Bangsal Sekar Kedhaton untuk calon mempelai wanita, dan di Bangsal Kasatriyan untuk calon mempelai pria.
Air yang digunakan untuk Siraman berasal dari tujuh mata air yang ada di lingkungan Kraton. Air tersebut ditaburi kembang setaman, yakni roncean bunga-bunga. Air ini kemudian diguyurkan ke tubuh calon mempelai wanita.
"Setelah disirami, calon mempelai wanita kemudian berwudhu menggunakan air yang ada di dalam sebuah kendi. Kendi tersebut kemudian dipecahkan di depan calon mempelai wanita," ujar Pembayun.
Pecahnya kendi ini memiliki simbol pecah pamor yakni keluarnya pesona dari calon mempelai. Diharapkan, setelah ini, calon mempelai tersebut akan semakin cantik dan manglingi.
Setelah dilakukan siraman, tampak wajah GKR Hayu yang berbinar dan senyum sumringah. (Theresia Andayani/Tribun Jogja)