Intisari-Online.com -- Dalam dunia fashion, pakaian dan aksesoris berbahan kulit ular dikenal sebagai barang mahal dan berkelas. Namun, pernahkah Anda membayangkan bagaimana ular-ular tersebut dibunuh dan dikuliti sebelum diaplikasikan menjadi barang mewah nan eksotis?
Meski newsmail.co.uk menyebut proses tersebut sebagai aktivitas yang kejam dan mengerikan, faktanya ada sebuah desa di Indonesia yang melakukan praktik tersebut.
Desa itu bernama Kertasura, Cirebon, Jawa Barat. Dikenal sebagai 'perkampungan ular', dari desa ini komoditi kulit ular dikirim ke berbagai belahan dunia sebagai bahan baku pembuatan pakaian dan aksesoris mewah. Setiap minggu, ribuan ular akan dibunuh dan dikuliti.
Metode yang kejam
Terdapa berbagai metode yang bisa dilakukan untuk mendapatkan kulit ular. Namun yang digunakan di desa ini dinilai sangat kejam dan ketinggalan zaman.
Sebelum dikuliti, rahang ular akan dibuka dan dimasukkan air dengan menggunakan selang. Bisa dibilang, hal ini serupa dengan praktik sapi "glonggongan" menjelang hari raya kurban. Perbedaannya adalah, jika air dimasukkan agar sapi terkesan berat, pada ular, air bertujuan agar kulit yang didapat menjadi lebih lebar.
Air yang dimasukkan tersebut akan menyebabkan badan ular menggelembung seperti balon. Setelah itu, lehernya akan diikat agar air di dalam perut tidak keluar. Dalam sepuluh menit, ular-ular tersebut dibiarkan tersiksa.
Setelah dirasa cukup, kulit ular itu akan sedikit disayat, dan perlahan meregang dari dagingnya. Kulit pun akan ditarik dari arah kepala ke ekor, laiknya melepaskan sarung tangan plastik dari tangan.
Meski secara alami kulit yang terlepas itu akan melilit. Para 'peternak' akan melakukan tahap lanjutan dengan mengeringkannya di atas papan, lalu memasukkannya ke dalam oven pengering.
Untuk mencari motif dan potongan yang dikehendaki, kulit-kulit tersebut kemudian dicelup, dan dijemur di bawah terik Matahari, sebelum dikirim ke tempat penyamakan kulit.
Lalu bagaimana dengan nasib ular-ular tersebut?
Setelah satu atau dua hari menderita, ular-ular tersebut akan mati karena efek kejut dan dehidrasi. Namun, dagingnya tidak dibuang, melainkan disantap. Toh, banyak orang di Indonesia meyakini daging dan 'jeroan' ular punya khasiat bagi pengobatan berbagai penyakit, seperti kulit, asma, bahkan menambah vitalitas pria.
Di desa ini, biaya untuk semua tas dari kulit ular dihargai antara Rp150-300 ribu tergantung ukuran. Namun, bila sudah tiba di rumah mode di Eropa, tak terbayangkan harganya yang melambung hingga Rp40 juta. (National Geographic Indonesia)
Penulis | : | Chatarina Komala |
Editor | : | Chatarina Komala |
KOMENTAR