Sehat di Jalan, Bugar di Kampung Halaman

Bimo Wijoseno

Editor

Sehat di Jalan, Bugar di Kampung Halaman
Sehat di Jalan, Bugar di Kampung Halaman

INTISARI ONLINE * Semua orang tahu, baik mudik menggunakan kendaraan umum atau mobil pribadi, sama-sama menempuh perjalanan yang tak menyenangkan. Pasti akan menjumpai kemacetan, udara panas, dan sejenisnya. Kecuali mudik menggunakan pesawat terbang, kemacetan hanya terasa saat menuju bandara dan keluar bandara.

Ketika mudik melalui jalan darat, seharian berada di perjalanan akan membuat badan cepat lelah dan daya tahan tubuh menurun. Belum lagi umumnya pemudik begitu sampai tujuan langsung bersilaturahmi, alih-alih istirahat memulihkan stamina. Tentunya ini akan memperburuk kesehatan pemudik. Saat stamina turun, penyakit pun mudah mampir.

Salah satu contoh penyakit yang sering menyerang pemudik adalah masuk angin. Meski tiap orang bisa berbeda-beda, namun gejala masuk angin berkisar soal badan pegal linu, perut kembung, batuk pilek, sakit kepala, demam, sampai meriang. Memang masuk angin bukan penyakit berbahaya. Tetapi bila sudah parah, virus dapat mudah masuk ke dalam tubuh.

Menurut dr. Zunilda S. Bustami, pada umumnya semua gejala masuk angin merupakan gejala flu (selesma/common cold), yang terjadi karena infeksi berbagai jenis virus. Ada virus penghasil toksin (zat racun) yang menyebabkan berbagai gangguan fungsi sistem pencernaan, saluran napas, sistem otot rangka, dan peredaran darah. Ada pula virus yang membuat radang di tubuh, di antaranya berupa demam dan nyeri. Di saluran napas, reaksi ini dapat berupa pilek dan hidung mampet.

Tidak ada obat yang dapat membunuh virus flu ini. Antibiotik pun tidak. Untungnya virus tidak pernah bertahan hidup lama. Selang 5 - 7 hari serangan flu biasanya berakhir. Yang dibutuhkan penderita adalah istirahat dan minum yang cukup serta gizi yang baik untuk menghadapi demam tinggi yang menguras banyak energi dan cairan tubuh. Minum jamu atau kerokan?

Umumnya, untuk mengenyahkan masuk angin orang minta dikerok. Modalnya koin atau uang logam dan minyak angin atau balsem agar permukaan kulit tidak lecet ketika kerokan. Setelah kerokan badan terasa hangat dan tak lama sudah segar lagi. Dr. Handrawan Nadesul bilang, fungsi kerokan lebih untuk mengembangkan pembuluh darah di kulit yang semula menguncup akibat terpapar dingin atau kurang gerak. Setelah kerokan, pembuluh darah akan terbuka dan aliran darah kembali mengalir deras. Penambahan arus aliran darah ke permukaan kulit ini meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh terhadap serangan virus dan penyakit.

Namun tak semua orang suka kerokan. Entah karena merasa sakit, geli, atau kulit terasa lengket karena minyak angin. Bagi mereka ini, bisa saja mengonsumsi jamu tolak angin. Bahkan kini jamu tolak angin sudah dibuat praktis dengan dibentuk menjadi pil atau tablet. Tinggal minum sesuai aturan pakai, badan pun berangsur-angsur hangat dan bisa mencegah masuk angin.

Cara lain mengusir masuk angin adalah dengan pijat. Dengan dipijat, otot menjadi lemas dan pembuluh darah halus di dalamnya melebar sehingga lebih banyak oksigen dan nutrisi tersedia untuk jaringan otot. Toksin yang menyebabkan pegal pun dapat segera dibawa aliran darah untuk dibuang atau dinetralkan.

Dengan kerokan, pembuluh halus (kapiler) di permukaan kulit bahkan pecah dan terlihat sebagai jejak merah di tempat yang dikerok. Para pemijat sering mengatakan tanda merah itu bukti bahwa Anda masuk angin. Padahal, orang sehat bila dikerok pun akan meninggalkan jejak merah yang sama. Tetapi tidak pernah ada orang sehat yang dikerok, 'kan?

Kalau sudah minum jamu, dikerok, atau dipijat, perhatikan juga asupan makanan dan minuman. Ini penting untuk mendorong kesembuhan saat menderita masuk angin. Ada baiknya banyak minum jus jeruk dan tomat, plus mengonsumsi makanan dan minuman hangat, seperti wedang jahe, sup kaldu ayam, dan yang terpenting cukup istirahat.

Yang perlu diwaspadai adalah rasa masuk angin yang disertai keringat berbutir-butir besar. Atau, rasa masuk angin yang disertai nyeri, rasa tertekan, atau rasa berat di dada - biasa disebut sebagai angin duduk. Ini mungkin merupakan gejala awal serangan jantung berat, acap disebut flu-like syndrome. Tindakan yang tepat dan segera adalah lewat pemberian oksigen dan obat khusus, bukan dipijat atau dikerok. Si pasien harus segera dibawa ke rumah sakit, paling baik dalam keadaan berbaring. Loyo, ya istirahat!

Ancaman mudik tak hanya masuk angin. Perjalanan panjang dibarengi kemacetan tentu melelahkan dan menurunkan stamina. Tak hanya sopir, penumpangnya pun merasakan kelelahan. Di pasaran banyak dijual minuman pembangkit stamina atau minuman suplemen. Klaimnya bisa untuk memulihkan stamina yang loyo dalam waktu singkat. Jenis minuman suplemen ini pun beragam, di antaranya ada minuman isotonik dan minuman kebugaran.

Benar tidaknya minuman suplemen bisa memulihkan stamina secara seketika belum terbukti secara klinis. Yang pasti menurut ahli gizi dr. Walujo Soejodibroto, setiap minuman antilelah hampir pasti banyak mengandung vitamin B kompleks. Masalahnya, vitamin B kompleks ini jika dikonsumsi berlebihan tidak langsung terbuang lewat air seni seperti vitamin C. Harus melalui ginjal dulu sebelum dibuang, sehingga membebani fungsi ginjal. Kalau terus-menerus terjadi, hal ini bisa membahayakan kesehatan juga.

Bagaimana dengan minuman isotonik? Menurut Ida M. Lunggana dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, minuman isotonik klaimnya dapat menggantikan energi dalam waktu singkat. Namun sesungguhnya minuman isotonik berarti minuman yang bertekanan osmosis sama dengan cairan tubuh (yang merupakan sifat obat suntik atau infus yang masuk ke pembuluh darah). Larutan elektrolit yang terdiri atas ion positif dan negatif ini memang terserap cepat oleh tubuh dibandingkan larutan gula. Yang perlu diingat, kalau sudah di lambung, larutan isotonik ini akan berubah karena asam lambung. Jadi, tidak efektif lagi.

Secara alamiah manusia mempunyai mekanisme untuk mengatasi berbagai kemunduran fisik maupun psikis. Biasanya akan pulih dengan sendirinya setelah istirahat atau tidur. Plus mengonsumsi makanan secukupnya. Kalau tidak perlu, jangan mengonsumsi suplemen.

Intinya, suplemen mengganti peran istirahat dan menjanjikan dapat meningkatkan energi tambahan dalam waktu singkat yang biasanya dilakukan oleh obat. Yang perlu diwaspadai bisa saja suplemen itu ditambahi unsur obat. Sekecil apa pun obat akan menimbulkan efek samping, efek toksik atau racun. Singkatnya, kalau loyo, ya istirahat!