Mengatasi Keputihan

K. Tatik Wardayati

Editor

Mengatasi Keputihan
Mengatasi Keputihan

Intisari-Online.com – Mengapa wanita bisa mengalami keputihan? Apakah mungkin wanita yang sudah menopause masih mengalami keputihan? Berbahayakah keputihan itu? Mari kita simak penjelasan berikut ini.

Vagina yang s­ehat memang mem­­produksi ca­iran yang biasa­nya t­­i­­­dak ber­war­na dan ham­pir tidak ber­bau. Ca­­ir­an itu selain ber­­gu­na un­tuk mence­gah masuk­nya mi­kro­orga­nis­me serta ben­da a­sing, juga ber­fungsi sebagai pe­­lumas saat ada aktivitas seksual.

Tentu saja jumlah cairan serta waktu ke­luar­nya cairan pada tiap wanita berbeda-beda. Menjelang haid atau pada masa keha­milan misalnya sering kali produksi cairan me­ningkat. Sebagian dari cairan itu bisa diserap kembali oleh dinding vagina dan sebagian lagi me­ngalir ke luar, dan ini­lah yang dianggap ke­putihan. Namun, ini semua normal dan sehat.

Akan tetapi, adakalanya cairan yang keluar berlebihan dan di luar waktu yang biasa serta sifatnya berubah. Inilah ke­pu­tihan yang sebenarnya harus diatasi. Ada beberapa pe­nyebab keputihan ini, antara lain karena adanya infeksi vagina yang diakibatkan oleh jamur (Candida albicans) atau parasit (trichomonas). Cirinya antara lain, cairan berbau, terasa gatal, berwarna kecokelatan, putih berbulir seperti su­su bubuk (candidasis) atau kekuningan (kalau terkena go­nore).

Keputihan akibat jamur bisa mengenai wanita segala usia dan penularannya tidak hanya lewat sanggama. Pe­nye­­babnya bisa karena faktor higienis, akibat pemakaian obat-obatan (antibiotik, kortikosteroid, dan pil KB) dalam waktu lama, stres, kehamilan, serta akibat mengenakan pakaian dalam yang ketat. Jamur ini juga mudah tumbuh pada pende­rita diabetes yang kadar gula darahnya tidak ter­kon­trol. Sedangkan trichomonas bisa terkena lewat pa­kaian, seprai, air kotor, dan lewat sanggama. Sementara go­nore hanya dapat ditularkan melalui hubungan seksual.

Wanita yang sudah menopause juga masih dapat meng­alami keputihan. Saat pascamenopause dapat terjadi vaginitis atrofik yaitu radang pada vagina karena menipis­nya (degenerasi) jaringan vagina. Vaginitis atrofik ini disebabkan karena menurunnya produksi estrogen, yang mem­buat dinding vagina menjadi lebih kering, tipis, dan elas­tisi­­tasnya berkurang.

Berbeda dengan sebelum menopause, ketika kadar estrogen membantu mempertahankan lingkungan vagina, perubahan fisiologi vagina karena penurunan estrogen membuat keseimbangan kuman yang berada di sekitar vagina ter­ganggu dan bereaksi sehingga dapat timbul in­feksi.

Gejala vaginitis atrofik antara lain nyeri, rasa gatal pa­da vagina, perdarahan setelah hubungan seksual, dan rasa sakit waktu berhubungan seksual.

Secara umum keputihan tidak berbahaya dan bisa diobati/disembuhkan. Namun demikian sebaiknya pe­­rik­sa­kan dengan lebih serius bila keputihan terjadi se­cara te­rus-menerus atau sering, karena bukan tidak mung­kin ini merupakan pertanda adanya penyakit yang lebih serius.

Bagaimana Mengatasinya?

Tanpa obat

Menjaga agar daerah kelamin senantiasa bersih. Perhatikan sabun yang digunakan, sebaiknya ti­dak yang berparfum. Hindari mandi dengan cara berendam. Jangan mengguna­kan celana dalam nilon, paling baik celana dalam katun. Setelah buang air kecil mau­pun besar, bersihkan secara cer­mat. Jangan gunakan pakai­an atau celana dalam yang basah.

Sebaiknya kurangi berat badan bagi yang bertubuh ge­muk. Hindari beraktivitas sampai kecapekan, panas, dan keringat yang berlebihan. Menunda dulu melakukan hu­bungan seksual. Akan lebih baik lagi jika suami pun ikut diperiksa.

Beberapa resep dari tanaman berkhasiat di bawah ini mung­kin bisa menjadi pilihan bila keputihan me­nye­rang:

    • Minum rebusan (dari 1 liter hingga tinggal ½ nya) 30 g kulit delima putih (Punica granatum L.) 2x sehari.
    • Atau gunakan rebusan 10 helai daun sirih (Piper betle L.) dalam 2,5 liter air, untuk mencuci daerah kelamin. Lakukan ini 2x sehari.
    • Bisa juga dengan minum 1x sehari rebusan 20 helai daun beluntas (Pluchea indica Less.) dan sebuah akar tapak liman (Elephantopus scaber L.) dalam segelas air sampai tinggal ½ gelas.
Obat bebas

Ada beberapa pilihan obat bebas antijamur a.l: lama peng­obatan yang ditawarkan adalah 1 hari, 3 hari, atau 7 hari. Ada yang berupa krim atau tablet. Obat-obatan anti­jamur antara lain biasanya mi­konazol, butokonazol. Paling nyaman tentunya peng­obatan 1 dan 3 hari, tapi bi­asa­nya jamur belum bisa diatasi dalam waktu singkat itu. Se­hingga yang paling baik adalah jenis peng­obatan 7 hari berupa supositoria dan krim.

Obat/tindakan dokter

Dokter akan memberikan obat-obat sesuai de­ngan jenis keputihan yang dialami. Untuk trichomoniasis dokter akan meresepkan metronida­zol oral maupun vaginal. Sedangkan infeksi akibat jamur akan diberikan krim antijamur, supositoria, atau tablet.

Untuk keputihan karena kuman, dokter mungkin akan meresepkan obat minum metronidazol atau klinda­micin, karena biasanya dokter akan menyertakan antibiotik bila sakit sudah berkepanjangan. Bila tak mungkin dokter meresepkan sejenis obat lama yang masih sering digunakan yaitu, nistatin.

Sedangkan untuk penderita vaginitis pascameno­pause, dokter mungkin akan memberikan terapi sulih hor­mon yaitu estrogen tambahan dalam bentuk tablet. Bisa pula diberi obat lokal vagina dalam bentuk krim.

Bila masalahnya lebih pada rasa sakit saat berhu­bungan seksual, penggunaan pelumas yang larut dalam air mungkin bisa membantu. (Penyakit, Terapi dan Obatnya)