Intisari-Online.com – Mengapa wanita bisa mengalami keputihan? Apakah mungkin wanita yang sudah menopause masih mengalami keputihan? Berbahayakah keputihan itu? Mari kita simak penjelasan berikut ini.
Vagina yang sehat memang memproduksi cairan yang biasanya tidak berwarna dan hampir tidak berbau. Cairan itu selain berguna untuk mencegah masuknya mikroorganisme serta benda asing, juga berfungsi sebagai pelumas saat ada aktivitas seksual.
Tentu saja jumlah cairan serta waktu keluarnya cairan pada tiap wanita berbeda-beda. Menjelang haid atau pada masa kehamilan misalnya sering kali produksi cairan meningkat. Sebagian dari cairan itu bisa diserap kembali oleh dinding vagina dan sebagian lagi mengalir ke luar, dan inilah yang dianggap keputihan. Namun, ini semua normal dan sehat.
Akan tetapi, adakalanya cairan yang keluar berlebihan dan di luar waktu yang biasa serta sifatnya berubah. Inilah keputihan yang sebenarnya harus diatasi. Ada beberapa penyebab keputihan ini, antara lain karena adanya infeksi vagina yang diakibatkan oleh jamur (Candida albicans) atau parasit (trichomonas). Cirinya antara lain, cairan berbau, terasa gatal, berwarna kecokelatan, putih berbulir seperti susu bubuk (candidasis) atau kekuningan (kalau terkena gonore).
Keputihan akibat jamur bisa mengenai wanita segala usia dan penularannya tidak hanya lewat sanggama. Penyebabnya bisa karena faktor higienis, akibat pemakaian obat-obatan (antibiotik, kortikosteroid, dan pil KB) dalam waktu lama, stres, kehamilan, serta akibat mengenakan pakaian dalam yang ketat. Jamur ini juga mudah tumbuh pada penderita diabetes yang kadar gula darahnya tidak terkontrol. Sedangkan trichomonas bisa terkena lewat pakaian, seprai, air kotor, dan lewat sanggama. Sementara gonore hanya dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
Wanita yang sudah menopause juga masih dapat mengalami keputihan. Saat pascamenopause dapat terjadi vaginitis atrofik yaitu radang pada vagina karena menipisnya (degenerasi) jaringan vagina. Vaginitis atrofik ini disebabkan karena menurunnya produksi estrogen, yang membuat dinding vagina menjadi lebih kering, tipis, dan elastisitasnya berkurang.
Berbeda dengan sebelum menopause, ketika kadar estrogen membantu mempertahankan lingkungan vagina, perubahan fisiologi vagina karena penurunan estrogen membuat keseimbangan kuman yang berada di sekitar vagina terganggu dan bereaksi sehingga dapat timbul infeksi.
Gejala vaginitis atrofik antara lain nyeri, rasa gatal pada vagina, perdarahan setelah hubungan seksual, dan rasa sakit waktu berhubungan seksual.
Secara umum keputihan tidak berbahaya dan bisa diobati/disembuhkan. Namun demikian sebaiknya periksakan dengan lebih serius bila keputihan terjadi secara terus-menerus atau sering, karena bukan tidak mungkin ini merupakan pertanda adanya penyakit yang lebih serius.
Bagaimana Mengatasinya?
Tanpa obat
Menjaga agar daerah kelamin senantiasa bersih. Perhatikan sabun yang digunakan, sebaiknya tidak yang berparfum. Hindari mandi dengan cara berendam. Jangan menggunakan celana dalam nilon, paling baik celana dalam katun. Setelah buang air kecil maupun besar, bersihkan secara cermat. Jangan gunakan pakaian atau celana dalam yang basah.
Sebaiknya kurangi berat badan bagi yang bertubuh gemuk. Hindari beraktivitas sampai kecapekan, panas, dan keringat yang berlebihan. Menunda dulu melakukan hubungan seksual. Akan lebih baik lagi jika suami pun ikut diperiksa.
Beberapa resep dari tanaman berkhasiat di bawah ini mungkin bisa menjadi pilihan bila keputihan menyerang:
Ada beberapa pilihan obat bebas antijamur a.l: lama pengobatan yang ditawarkan adalah 1 hari, 3 hari, atau 7 hari. Ada yang berupa krim atau tablet. Obat-obatan antijamur antara lain biasanya mikonazol, butokonazol. Paling nyaman tentunya pengobatan 1 dan 3 hari, tapi biasanya jamur belum bisa diatasi dalam waktu singkat itu. Sehingga yang paling baik adalah jenis pengobatan 7 hari berupa supositoria dan krim.
Obat/tindakan dokter
Dokter akan memberikan obat-obat sesuai dengan jenis keputihan yang dialami. Untuk trichomoniasis dokter akan meresepkan metronidazol oral maupun vaginal. Sedangkan infeksi akibat jamur akan diberikan krim antijamur, supositoria, atau tablet.
Untuk keputihan karena kuman, dokter mungkin akan meresepkan obat minum metronidazol atau klindamicin, karena biasanya dokter akan menyertakan antibiotik bila sakit sudah berkepanjangan. Bila tak mungkin dokter meresepkan sejenis obat lama yang masih sering digunakan yaitu, nistatin.
Sedangkan untuk penderita vaginitis pascamenopause, dokter mungkin akan memberikan terapi sulih hormon yaitu estrogen tambahan dalam bentuk tablet. Bisa pula diberi obat lokal vagina dalam bentuk krim.
Bila masalahnya lebih pada rasa sakit saat berhubungan seksual, penggunaan pelumas yang larut dalam air mungkin bisa membantu. (Penyakit, Terapi dan Obatnya)