Intisari-Online.com - Pembajakan dan bunuh diri pilot menjadi fokus kajian para penyidik di tengah upaya pencarian pesawat Malaysia Airlines yang hilang sejak Sabtu (8/3/2014).
Dasar argumentasi mereka adalah dugaan pesawat berbelok arah ke barat sesaat setelah melakukan kontak terakhir dengan menara kontrol pada Sabtu dini hari.
Pencarian hingga saat ini tak menemukan indikasi pesawat mengalami kecelakaan di atas perairan Laut China Selatan, sebagaimana dugaan awal. Pesawat ini hilang saat menempuh perjalanan dari Kuala Lumpur, Malaysia, menuju Beijing, China.
Beberapa pakar berteori, salah satu pilot atau seseorang dengan pengalaman terbang telah membajak pesawat ini. Pakar lain memunculkan teori pilot melakukan aksi bunuh diri dengan mengarahkan pesawat tersebut terjun ke laut.
Pejabat Amerika Serikat, Jumat (14/3/2014), dari Washington mengatakan para peneliti saat ini sedang mempelajari kemungkinan campur tangan manusia dalam hilangnya pesawat tersebut.
"Mungkin ada pembajakan," ujar dia, yang meminta syarat anonimitas karena bukan pejabat dengan kewenangan bicara kepada media. Namun, dia menyebutkan pula ada kemungkinan pesawat telah mendarat di suatu tempat.
Indikasi ada campur tangan manusia dalam hilangnya pesawat ini, sebut pejabat itu, adalah berhentinya kontak transponder pesawat beberapa belas menit sebelum kontak terakhir pilot dengan menara kontrol. Bila benar pesawat mengalami kecelakaan, kejadian semacam itu tak akan terjadi.
Plt Menteri Transportasi Malaysia Hishammuddin Hussein mengatakan, negaranya belum dapat memastikan apa yang terjadi dengan pesawat tersebut setelah hilang kontak.
Menurut dia, penyidik masih berusaha memastikan data dari catatan radar militer yang menunjukkan pesawat bergerak ke arah barat selepas kontak terakhir dengan menara kontrol penerbangan.
"Saya akan menjadi orang pertama yang paling berbahagia bila benar data terkonfirmasi sebagai MH370. (Bila benar demikian), kita dapat memindahkan semua (pencarian) dari Laut China Selatan ke Selat Malaka," kata Hishammuddin, Jumat.
Sampai sekarang, ujar dia, pencarian tetap dilakukan di dua sisi Malaysia, Laut China Selatan dan Selat Malaka, berdasarkan semua informasi yang datang terkait pesawat itu.
Sebelumnya, Kamis (13/3/2014), seorang pejabat Amerika mengatakan, pesawat Malaysia Airlines yang hilang itu diduga mengirimkan sinyal untuk membuka kontak dengan sebuah satelit, setelah komunikasi terakhir dengan menara kontrol penerbangan.
Saat ini, pencarian pesawat tersebut telah melibatkan 12 negara. Area pencarian membentang luas dari sisi timur Laut China Selatan, sisi barat Semenanjung Malaysia, hingga ke arah barat laut menuju Laut Andaman dan Samudra Hindia.
Dalam upaya pencarian ini, India sudah menggunakan sensor panas ke ratusan pulau di Laut Andaman, Jumat. Mereka juga berencana memperluas pencarian pesawat hingga ke Teluk Benggala, sekitar 1.600 kilometer dari lokasi kontak terakhir pesawat dibuat.
Tim dari Amerika dengan kualifikasi kontrol lalu lintas udara dan radar telah berada di Kuala Lumpur sejak Senin (10/3/2014). Tiga anggota tim berasal dari Badan Keamanan Transportasi Nasional (NTSB) Amerika Serikat, dan dua yang lain adalah pakar dari Lembaga Penerbangan Amerika (FAA). Lima orang ini turut membantu upaya pencarian.
Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney, Jumat, mengelak saat diminta komentar soal kemungkinan campur tangan manusia dalam hilangnya pesawat Malaysia Airlines.
Dia hanya menjawab para pejabat Amerika Serikat ikut membantu penyelidikan insiden ini. "Saya tak punya jawaban konklusif dan saya pikir tak satu orang pun punya."
Pada saat yang sama, Malaysia dituding tak membagi informasi maupun dugaan terkait hilangnya pesawat dari maskapai milik negara tersebut. Polisi Malaysia sudah menyelidiki latar belakang dua pilot di kokpit pesawat, dengan menelaah psikologis, keluarga, dan koneksi mereka. Sejauh ini belum ada bukti yang menunjukkan keterlibatan dua pilot itu di balik hilangnya pesawat.
Pesawat yang hilang diterbangkan oleh Kapten Pilot Zaharie Ahmad Shah (53) dan Fariq Abdul Hamid (27). Zaharie bergabung ke Malaysia Airlines sejak 1981 dengan mengantongi lebih dari 18.000 jam terbang.
Adapun Fariq baru berpikir menikah begitu lulus menjadi pilot Boeing 777. Namun, sosok Fariq mengundang perdebatan setelah muncul foto pada 2011 dia dan seorang pilot lain membawa dua penumpang perempuan ke kokpit di tengah penerbangan.
Mike Glynn, anggota komite Asosiasi Pilot Australia dan Internasional, berpendapat percobaan bunuh diri merupakan penjelasan yang sejauh ini mungkin terjadi pada penerbangan MH370 itu. Dia merujuk pada kecelakaan SilkAir dalam penerbangan dari Singapura ke Jakarta pada 1997 dan insiden penerbangan EgyptAir pada 1999.
"Seorang pilot lebih memungkinkan mematikan peralatan komunikasi daripada pembajak," ujar Glynn. "Hal terakhir yang saya inginkan sebagai pilot adalah mencurigai kru pesawat. Namun, sudah ada dua kejadian sebelumnya."
Bisa jadi pula, imbuh dia, pilot berupaya menerbangkan pesawat ke Samudra Hindia untuk mencegah pemulihan rekaman data pesawat dan untuk menutupi penyebab insiden. (Palupi Annisa Auliani/kompas.com)