Kontroversi Seputar Sunat

Agus Surono

Editor

Kontroversi Seputar Sunat
Kontroversi Seputar Sunat

Intisari-Online.com - Perdebatan soal sunat masih berlangsung sampai sekarang ini. Yang pro beralasan soal kesehatan, sementara yang kontra menganggap itu tindakan barbar. Sebuah kelompok antisunat di San Fransisco ikut meramaikan pro-kontra dengan demo untuk minta dukungan melarang tindakan itu. Menurut laporan Reuters, Lloyd Schofield yang memimpin kelompok antisunat itu menyatakan bahwa sunat itu "luar biasa menyakitkan dan bisa menyebabkan kerusakan bedah permanen pada lelaki yang sedang tidak fit".Pusat Pengontrolan dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) tidak setuju dengan pernyataan itu. "Data menunjukkan bahwa dengan pembiusan, kebanyakan bayi tidak menunjukkan reaksi kesakitan," kataScott Bryan, juru bicara CDC, kepada Life's Little Mysteries.

Di lain pihak, pendukung sunat berpendapat dengan menyebut bahwa tindakan itu merupakan ritual keagamaan, dan memiliki keuntungan dalam kesehatan seksual. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa sunat membantu mencegah penyebaran HIV, virus yang menyerang kekebalan tubuh.Toh banyak penelitian yang dilakukan untuk menjungkirkan faktor keuntungan itu. Lalu, bagaimana ditinjau dari sisi ilmu pengetahuan.Tradisi masa laluSunat berawal sebagai bagian dari ritual yang dilakukan oleh bangsa Mesir sekitar 2.500 SM. Orang Yahudi juga sudah melakukan sebelumnya. Ritual itu menandai anak laki-laki berubah status ke dewasa. Ada juga yang mengartikan sebagai "menstruasinya lelaki", pertanda pubertas, dan sebagai cara mencegah masturbasi.Sejak itu, masyarakat dari banyak keyakinan mulai mengikuti tradisi sunat. Bahkan sekarang ini sunat merupakan tindakan operasi umum yang banyak dilakukan di AS. Jajak pendapat yang dilakukan oleh CDC selama tahun 1999 sampai 2004, 79% lelaki mengaku disunat.Sunat dipercaya secara luas sebagai pencegah penyakit, seperti HIV, dan ada beberapa bukti bahwa sunat mengurangi risiko perpindahan virus HIV dari pria ke wanita. Mekanisme adalah sunat menghilangkan apa yang kita kenal sebagai sel-sel Langerhans di kulit depan, yang lebih rentan terhadap infeksi HIV. Sel-sel Langerhans dilengkapi dengan penerima khusus yang membuka jalan HIV masuk ke tubuh.Tiga penelitian yang diterbitkan tahun 2009 diCochrane Database of Systematic Reviews mengungkapkan bahwa sunat mengurangi risiko tertular HIV sampai 54% dibandingkan dengan lelaki yang tak sunat. Percobaan melibatkan lebih dari 11.000 lelaki di Afrika Selatan, Uganda, dan Kenya antara 2002 dan 2006.Sunat juga melindungi perempuan dari virus penyebab AIDS. Sebuah catatan medis menunjukkan bahwa dari lebih 300 pasangan orang Uganda, yang lelakinya positif terinfeksi HIV sementara wanitanya tidak, ternyata lelaki yang bersunat menyebabkan pasangannya berkurang risiko tertular infeksi sampai 30%.Meski mencegah HIV bisa dijadikan sebagai alasan bersunat di wilayah negara berkembang, tidak begitu dengan AS. "Tidak mudah menyuruh lelaki untuk bersunat di AS hanya dengan alasan bisa mencegah penularan infeksi HIV. Soalnya penelitian yang ada menunjukkan bahwa di Afrika penularan HIV ini lebih banyak terjadi karena hubungan seks vaginal, sedangkan penularan di AS didominasi hubunan seks anal." Begitulah laporan dari CDC.Sebuah penelitian lain yang diterbitkan di jurnal BMC Urology patut dipertimbangkan. Penelitian yang dilakukan di 21 negara menemukan bahwa sunat pada bayi yang dilakukan oleh tenaga ahli ternyata jarang menimbulkan persoalan. Misalnya, para peneliti menemukan bahwa mereka yang disunat sebelum umur setahun, hanya 1,5 persen yang mengalami persoalan kecil seperti pendarahan, infeksi, dan bengkak. Akan tetapi risiko itu bisa meningkat jika ditangani oleh petugas yang tak berpengalaman.Meski sunat memiliki keuntungan dan tak ada bukti kuat akan efek samping negatif, para penentang masih mencari jalan untuk mengenyahkan praktik ini.Jadi, haruskah dilakukan pemungutan suara?