Intisari-Online.com – Keluarga kami bergantian sakit. Anak-anak bergantian sakit dengan keluhan demam, sakit perut, lalu muntah. Kena giliran terakhir, saya pun ikutan demam, diare, dan radang tenggorok. Beberapa teman kantor pun mengalami keluhan serupa, demam, diare, muntah-muntah, dan radang tenggorokan.
Masa pergantian musim, yang biasa kita sebut musim pancaroba, kerap mendatangkan berbagai penyakit. Keluhan yang sering disampaikan kepada dokter pada masa-masa ini antara lain batuk-pilek, influenza, demam, diare, muntaber, serta demam typhoid.
“Bulan lalu, saya menghadapi 26 kasus demam gejala tifus, dengan gejala diare 14 kasus dan 12 kasus tanpa diare. Bulan ini, kebanyakan pasien yang datang dengan kasus batuk-pilek serta radang tenggorokan. Sebenarnya tidak ada hal yang baru, memang hanya karena musim pancaroba saja,” jelas dr. Ivonne Katharina yang berpraktik di rumahnya di kawasan Pondok Gede, dan di PT Pulinar Jaya. Ia menjelaskan terkadang saat kita sakit, kita mendapatkan antibiotik, yang diasumsikan oleh orang awam bila antibiotik akan membunuh sumber penyakit. “Itu benar,” tambahnya.
“Namun, kadang-kadang seiring orang itu sembuh, ia lantas menghentikan antibiotiknya karena merasa sudah enakan,” tambah Vonny, panggilan akrab dokter jebolan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia ini.
Padahal, di masa sekarang ini kuman, virus, bakteri, bahkan jamur juga bermutasi dan semuanya memberikan gejala-gejala baru tidak seperti gejala-gejala penyakit pada umumnya. Nah, kalau si pasien tidak menghabiskan antibiotiknya, si sumber penyakit cuma ‘pingsan’, dan akan sadar setelah fungsi tubuh kembali aktif, sehingga si sumber penyakit akan beregenerasi kembali dengan sistem tubuh yang lebih baik lagi. Makanya gejala yang timbul akan berbeda dan antibiotik akhirnya harus diberikan yang lebih kuat lagi. Kalau si pasien mengulangi hal yang sama seperti sebelumnya maka antibiotik minum pun akhirnya tidak mempan lagi, akhirnya harus dilakukan melalui suntikan. Memang sebaiknya, obat antibiotik harus dihabiskan sesuai dengan saran dokter.
Apalagi, kondisi alam di masa pancaroba ini memberikan kondisi ideal bagi bakteri dan virus berkembang biak. Terutama bagi kita yang tinggal di daerah tropis, yang suhu udaranya berkisar antara 30 – 34oC dengan kelembaban udara mencapai 80%. Hujan dan panas bisa datang silih berganti dalam sehari.
Cuaca yang tidak menentu itu pun dapat membuat tubuh tidak selalu dalam kondisi prima. Daya tahan tubuh menurun drastis sehingga tidak mampu menangkal serangan penyakit. Masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih rentan terhadap berbagai gangguan cuaca, akibat pola hidup dan kondisi lingkungan yang tidak sehat.
“Sebenarnya, kita tidak perlu tergantung pada antibiotik, cukup naikkan saja daya tahan tubuh kita,” tambah Vonny. Apalagi, penyakit musiman tersebut mudah menular, termasuk diare, terutama bagi yang rentan.
Ia memberikan beberapa saran agar terhindar dari serangan penyakit musiman ini.
Saya pun akhirnya terbebas dari radang tenggorokan hanya dengan berkumur air hangat plus garam, tanpa antiobiotik. (*)