Intisari-Online.com - Ketua KPAI Arist Merdeka Sirait mengatakan, selain "cabe-cabean", saat ini juga muncul fenomena "terong-terongan". Menurutnya, fenomena "terong-terongan" muncul sebagai reaksi dari adanya "cabe-cabean".(Baca juga:Mengenal Fenomena 'Cabe-cabean' yang Marak di Jakarta)"'Terong-terongan' ini adalah remaja laki-laki dengan ciri-ciri berpakaian celana kedodoran, topi diarahkan ke bawah, dan kalau jalan selalu menunduk," kata Aris.Menurutnya, "terong-terongan" biasanya adalah pebalap motor liar yang lambat laun berubah. Mereka jadi jarang balapan dan lebih seringnongkrongdi tempat-tempat seperti di bawah jalan layang.Perubahan ini mereka lakukan demi mengimbangi gaya hidup "cabe-cabean".Reputasi bagi kaum remajaWinarini Wilman, seorang psikolog UI berpendapat, adanya fenomena "terong-terongan" menunjukkan pentingnya reputasi bagi remaja. Adapun"Cabe-cabean"berperilaku seperti itu untuk mendapatkan reputasi di hadapan kelompok geng motornya.Sementara, "terong-terongan" kemudian muncul untuk mendapatkan reputasi di hadapan "cabe-cabean".Menurut Arist, remaja sangat mudah terpengaruh lingkungan. "terong-terongan" dan "cabe-cabean" adalah contohnya. Keduanya seperti siklus yang terus imbang-mengimbangi.(Baca juga:Di Jakarta, ‘Cabe-cabean’ Dihargai Rp30Juta)Arist menambahkan, peran orangtua sangat penting dalam hal ini. Pemerintah atau siapa pun tidak bisa diharapkan. Adanya peraturan jam malam atau jam belajar hanyalah satu bentuk tindakan pencegahan, bukan solusi. "Solusinya cuma satu. Jaga anak masing-masing," kata Arist. (Laila Rahmawati/ Kompas)