Intisari-Online.com - Menang "tebal" dalam pemilihan legislatif merupakan harapan Joko Widodo. Bakal calon presiden PDI Perjuangan itu ingin parlemen menjadi pendukung program pemerintah, bukan malah menjadi ganjalan.
Dalam beberapa orasi kampanyenya, Jokowi berulang kali menegaskan bahwa yang terjadi jika PDI Perjuangan tidak menguasai parlemen adalah berakhir dengan praktik politik transaksional, lobi-lobi, yang pada ujung-ujungnya "main duit". Tetapi, pemahaman itu tampaknya tak sampai dengan baik di konstituen.(Baca juga:Prabowo Siap Koalisi dengan Partai Manapun, Termasuk PDI-P)
Berkaca pada hitung cepat Litbang Kompas, PDI-P lolos dari target 27 persen suara. "Banteng Hitam" hanya memperoleh 19,52 persen di urutan pertama, disusul Partai Golongan Karya dengan perolehan 15,22 persen dan Partai Gerindra 11,58 persen.
Di tengah berprosesnya hitung cepat, Rabu sore, Jokowi keluar dari rumah dinas gubernur di Jalan Taman Surapati Nomor 7, Menteng, Jakarta Pusat. Jokowi duduk sendirian, dengan tangan ditumpuk di atas lutut di teras rumahnya. Jokowi hanya menggeleng ketika dihampiri wartawan yang bertanya soal suara PDI-P yang berada di bawah target.
"Ya, masyarakat sudah memilih. Ya, begitulah hasilnya. Apa pun, ya alhamdulilah, PDI-P urutan teratas," ujar Jokowi di rumah dinas.(Baca juga:Melihat Hasil Pileg, Inilah Tiga Capres Menurut LSI)
Jokowi tidak meralat pernyataannya terdahulu. Jika kondisi PDI Perjuangan tak dominan dalam pemerintahan, Jokowi mengatakan hal itu hampir mirip dengan Jakarta, di mana kursi Banteng Hitam di DPRD hanya sebesar 11 persen, di bawah Demokrat dan PKS.
"Ya, ndak apa-apa toh. Apa kamu melihat kita transaksional di Jakarta ini? Ini semua tergantung kepemimpinan, berani atau tak berani. Itu saja. Apa pun yang terjadi, kita hadapi," ujar Jokowi dalam kesempatan berbeda.
"Jokowi effect" tak "ngefek"
Pengamat politik Yudi Latief mengatakan, fenomena "Jokowi effect" di masyarakat rupanya tidak berpengaruh banyak terhadap suara PDI Perjuangan. "Tidak ada pengaruhnya langsung sosok Pak Jokowi dengan kontestasi di lapangan," ujarnya.
Menurut Yudi, melesetnya hitung cepat dari target dikarenakan tingginya persaingan antara sejumlah calon anggota legislatif di lapangan. "Coba bayangkan, ada 6.600 caleg berkelahi di bawah, semua itu berusaha untuk saling memenangkan kontestasi ini," tuturnya. (Fabian Januarius Kuwado/kompas.com)