Perbedaan Gaya Orang Kaya Baru dengan Orang Kaya Sejak Dulu

Birgitta Ajeng

Editor

Perbedaan Gaya Orang Kaya Baru dengan Orang Kaya Sejak Dulu
Perbedaan Gaya Orang Kaya Baru dengan Orang Kaya Sejak Dulu

Intisari-Online.com - Saat ini jumlah golongan masyarakat kelas menengah Indonesia mencapai 50 juta orang. Jumlah kelas menengah ini diprediksi akan terus bertambah. Akan semakin banyak orang mampu atau istilahnya "orang kaya baru". Ada perbedaan gaya orang kaya baru dengan orang kaya sejak dulu.

Kedua golongan ini berbeda kemampuannya juga gaya penampilannya. Penggunaan barang bermerek identik dengan gaya orang kaya baru. Merekalah sasaran dari produk mewah ini. Inilah juga yang membedakan penampilan orang kaya baru yang selalu mengaitkan dengan barang branded dibandingkan penampilan orang kaya sejak dulu.

(Baca juga: Wah, Ada 60 Juta Orang Kaya Baru!)

Pakar personal branding, Amalia E Maulana, mengatakan, orang mampu yang memang kaya sejak dulu tidak akan mau didikte oleh brand. Mereka menggunakan barang mewah tertentu, tetapi untuk menikmatinya. Sementara itu, orang kaya baru cenderung membawa brand misalnya tas bermerek atau jam tangan mewah dalam berpenampilan dengan tujuan menunjukkan bahwa ia mampu atau pamer.

"Orang kaya baru menggunakan barang mewah untuk meredefenisi dia yang baru. Ada yang memang mampu membeli atau memaksa membeli dengan banyaknya tawaran cicilan menggunakan kartu kredit," kata Amalia kepada Kompas Female.

(Baca juga: Perbedaan Antara Kaya dan Miskin)

Sementara itu, gaya orang kaya sejak dulu belum tentu menggunakan atau memiliki barang bermerek yang menjadi aspirasi orang kaya baru. Orang kaya baru boleh jadi menyimpan aspirasi untuk memiliki barang mewah itu sebelum mereka mampu membeli. Saat mereka mampu, orang kaya baru kemudian membeli barang bermerek ini sebagai bentuk redefenisi dirinya yang kini telah menjadi kalangan mampu.

"Kalau orang kaya sejak dulu, punya atau tidak punya barang bermerek tertentu bukan lagi menjadi isu. Orang sudah tahu siapa dia tanpa perlu membeli atau memiliki barang bermerek tertentu," kata Ethnographer dari Etnomark Consulting ini. (Wardah Fajri / kompas.com)