Intisari-Online.com - Ketua Pusat Studi Urban dan Desain (PSUD) Mohammad Danisworo mengkategorikan ibu kota Indonesia yakni kota Jakarta sebagai kota terburuk. Setidaknya ada tiga alasan mengapa Jakarta dianggap sebagai kota terburuk, yakni kondisinya yang tidak indah secara visual, tidak berfungsi secara baik, dan buruk dalam hal tata kota. "Semua serba kacau, semrawut, dan serampangan. Kualitas hidup penduduknya jangan ditanya," ujar Danisworo.
Kota Jakarta lantas dinilai memiliki kualitas fungsi yang buruk. Pasalnya, untuk menempuh jarak sepanjang 5 kilometer saja memerlukan waktu sekitar dua jam. Ia melanjutkan, secara visual, Jakarta pun tidak indah karena tidak tertata dengan baik dan terkesan semrawut. Tata kotanya, juga sangat membingungkan warga. Padahal, keindahan ini sangat perlu untuk memudahkan dan memperlancar warga, terlebih turis untuk mengeksplorasi setiap sudut kota.
Dia menambahkan, meski menurutnya Jakarta masih sebagai kota terburuk, langkah Pemprov DKI Jakarta mempercepat pembangunan mass rapid transit (MRT) patut diapresiasi. Dilihat dari prosesnya, Jakarta merupakan kota yang unik. Sebab, pembangunan sarana transit dilakukan belakangan.
"Jika kemudian hal itu (transit oriented development atau TOD) yang ditempuh, Jakarta seharusnya juga melakukan perbaikan pada tataran kelompok-kelompok dan wilayah-wilayah kecil dulu sehingga dapat dihubungkan oleh sarana transit tadi menuju pusat. Dengan demikian, sirkulasi lancar dan kepadatan Jakarta tidak lagi terkonsentrasi pada satu titik," kata Danisworo.
TOD yang merupakan pengembangan kawasan berlandaskan transit, imbuh dia, cocok untuk Jakarta. Daerah-daerah TOD akan memiliki kepadatan tinggi. "Orang harus bisa berjalan kaki dari rumahnya menuju tempat aktivitas. Ini esensi TOD. TOD juga harus multiguna tanpa tergantung pada kendaraan. Namun sebaiknya, sebelum bangun TOD dan mengubah image Jakarta sebagai kota terburuk, diperbaiki dulu wilayah-wilayah kecil di sekitarnya," pungkas Danisworo. (Hilda B. Alexander/ Kompas)
Penulis | : | Chatarina Komala |
Editor | : | Chatarina Komala |
KOMENTAR