Gerakan SabangMerauke (1): Hidup Serumah Selami Perbedaan

Birgitta Ajeng

Editor

Gerakan SabangMerauke (1): Hidup Serumah Selami Perbedaan
Gerakan SabangMerauke (1): Hidup Serumah Selami Perbedaan

Intisari-Online.com - Perbedaan sesungguhnya sesuatu yang indah. Pengalaman inilah yang diperkenalkan kepada anak-anak Indonesia peserta gerakan SabangMerauke. Mereka merasakan tinggal bersama dengan orangorang yang berbeda keyakinan untuk merayakan perbedaan.

---

Sebuah kisah menarik tentang Apipa, perempuan 13 tahun. Sejak lahir, ia tinggal di sebuah desa yang semua penduduknya muslim, di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Beberapa waktu lalu, Apipa datang ke Jakarta untuk pertama kali dan tinggal bersama orangtua angkat keturunan Tionghoa, pemeluk Kristen.

Kali pertama berinteraksi, Apipa tidak begitu akur dengan orangtua angkatnya. Dia takut karena merasa ada benang perbedaan yang terulur jauh antara dirinya dengan orangtua angkatnya. Bagaimana Apipa bisa hidup nyaman saat merantau jika tinggal bersama dengan orang yang berbeda keyakinan? Begitu pertanyaan batinnya.

Ternyata benang perbedaan itu bisa diputus dengan kasih. Perasaan suci yang muncul ketika manusia mau berusaha untuk saling memahami. Si ibu angkat yang lebih dulu memulai, meski pada awalnya dia bingung cara berkomunikasi dengan Apipa. Sebab, ini juga pengalaman pertamanya hidup serumah bersama seorang pemeluk Islam, bertepatan dengan bulan Ramadhan pula.

Si ibu angkat memulainya dengan bangun pukul 02.00 untuk menyiapkan makanan sahur buat Apipa. Menu makanannya juga dia dapat dari hasil bertanya kepada para tetangga. Begitu pula saat buka puasa, dia menyiapkan makanan pembuka. Kalau Apipa ingin salat tarawih, ayah angkatnya yang mengantar ke masjid. Lamalama Apipa tahu kalau ketakutannya bersumber dari salah paham.

-Tulisan tentang gerakian SabangMerauke in ditulis oleh Birgitta Ajeng di Majalah Intisari edisi Februari 2014 dengan judul asli Hidup Serumah Selami Perbedaan-

-bersambung-