Intisari-Online.com – Kisah Dukun AS atau Ahmad Suradji bak film-film horor. Demi menyempurnakan ilmu gaibnya, dia nekat menelanjangi, menghirup air liur, dan membunuh 42 wanita di ladang tebu.
Malam yang pekat dan gelap. Dalam tidur malamnya, Ahmad Suradji bermimpi didatangi mendiang ayahnya – kemungkinan besar iblis yang menyaru. Dia mendapat bisikan gaib, akan diwarisi sebuah ilmu yang mahasakti.
Katanya, ilmu ini tak terkalahkan. Sebuah kesaktian yang bisa digunakan untuk mengalahkan lawan sekaligus menolong dan mengobati orang.
Hanya, syaratnya tidak main-main. Supaya bisa menguasai ilmu ini secara sempurna, Suradji mesti menumbalkan 72 nyawa wanita. Salah satu prosedur wajibnya dengan menghisap air liur mereka.
Baca juga: 'Murder Babes', Kontroversi Kasus Pembunuhan oleh 3 Wanita Cantik Thailand
Suradji bimbang. Namun hasrat memiliki ilmu yang mandraguna begitu menggelora. Apalagi ilmu ini juga bisa dipakai untuk menolong orang. Dalam batinnya, akhirnya muncul kesimpulan, tak ada salahnya mengorbankan sejumlah nyawa untuk kebaikan yang lebih besar.
Sang waktu pun berlalu. Pada medio 1997 masyarakat Indonesia geger. Di sebuah ladang tebu di Dusun Aman Damai, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, polisi menemukan 42 jasad yang sebagian besar sudah menjadi tengkorak. Semuanya wanita telanjang. Berumur 13 sampai 27 tahun.
Bukan pria biasa
Suradji hanyalah seorang pria tamatan SD. Penampilannya biasa saja. Kurus dan jangkung. Sama sekali tidak ada pancaran kharisma laiknya tokoh ataupun dukun terkenal.
Terlahir pada 10 Januari 1949, Ahmad Suradji merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Jogan dan Sartik. Dia terlahir dengan nama Sagimin. Sang bapak meninggal saat dia baru berumur 7 bulan.
Di lingkungan tempatnya bermukim dia lebih dikenal dengan nama Nasib Kelewang. Pasalnya, saat kecil Suradji pernah tercebur sumur. “Sejak itu dia saya panggil Nasib karena berhasil selamat,” ujar Sartik saat diwawancarai Tabloid Nova pada 1998.
Sementara nama kelewang didapat karena dia sering mencuri lembu dan ke mana-mana membawa kelewang. Sejak umur 12 tahun, kata Sartik, Suradji keranjingan mempelajari ilmu perdukunan. Dia belajar dari buku-buku peninggalan mendiang bapaknya yang berprofesi sebagai dukun.
Saat berumur 27 tahun, Nasib menikahi wanita asal Pekanbaru bernama Tumini. Usai menikah, Nasib berganti nama menjadi Ahmad Suradji. Harapannya, nama baru itu bisa membawa berkah dan kehidupan yang lebih baik.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR