Worried Well, Sakit yang 'Tidak Sakit'

Chatarina Komala

Editor

Worried Well, Sakit yang 'Tidak Sakit'
Worried Well, Sakit yang 'Tidak Sakit'

Intisari-Online.com – Ada seorang pasien yang datang ke seorang dokter. Ia mengeluh, sering sakit kepala. Namun, setelah diperiksa, ternyata tidak ada satu pun penyakit yang melekat padanya. Banyak dokter pun terheran-heran, sebab pelbagai pemeriksaan telah dilakukan dan tes tidak menemukan kelainan apa pun.(Baca juga: Sering Sakit Kepala dan Migrain? Mungkin Anda Stres!)

Penyakit pasien tersebut biasa disebut juga dengan worried well. Worried well atau dikalangan psikolog juga disebut somatisizer adalah masalah emosi. Penderitanya bukan harus disuntik atau dibedah, melainkan harus mendapatkan perawatan psikologis.

Rupanya, kasus somatisizer tidaklah langka. Menurut puluhan peneliti di AS selama 30 tahun ini, kasus ini diderita oleh dua pertiga pasien yang datang ke dokter. Hanya, tak seluruh dokter berhasil menyadarinya.

Berdasarkan hasil penelitian itu, kini di AS didirikan pelbagai tempat perawatan untuk penderita somatisizer. Ada yang menyediakan terapi psikologis yang sifatnya tradisional, ada pula yang mengajarkan teknik-teknik mengurangi stres.Sakit yang "tidak sakit"

Seorang peneliti dari Harvard University, Caroline Hellman bersama rekannya meneliti 80 pasien yang dirawat di Harvard Community Health Plan (HCHP). Penderita menunjukkan gejala-gejala penderitaan fisik, meski organ-organnya sehat. Mereka antara lain menderita hipertensi, sesak nafas, gangguan pecernaan, diare, sakit kepala, pusing, gangguan tidur, gangguan makan atau berat badan, gelisah, stres, dan tegang.

Para peneliti lantas membagi pasien-pasien tersebut dalam 3 kelompok. Satu kelompok mengikuti program ways to wellness yang dikembangkan oleh HCHP. Kelompok yang lain mengambil bagian dalam mind-body group program yang dikembangkan di Beth Israel Hospital di Boston. Masing-masing kelompok tersebut melakukan pertemuan selama 6 minggu. Selama itu, pasien diajari cara membentuk sikap. Mereka juga dilatih untuk santai dan mawas diri.

Kelompok ketiga bertemu dua kali. Dalam pertemuan itu pasien diajarkan untuk menghubungkan stres dan sakit mereka serta diajari cara mengendalikan stres yang bisa dilakukan di rumah. Begitu studi di atas selesai, semua pasien merasa lebih baik secara fisik maupun mental.

Pikiran berhubungan dengan jasmani

Mengapa bimbingan psikologis bisa mempengaruhi masalah fisik? Psikolog George Everly, Jr. mengatakan bahwa kita belum menyadari sepenuhnya hubungan antara pikiran dan jasmani. Everly sendiri tengah melakukan studi di Harvard untuk mengetahui mengapa gangguan dan tingkah laku ada hubungannya dengan sejumlah penyakit. Penyakit-penyakit (termasuk hipertensi, migren, radang dinding lambung, iritasi usus besar, kegelisahan, dan masalah penyesuaian diri) adalah penyakit yang muncul dari sistem limbis otak dan perlu dibantu dengan strategi penerangan.(Baca juga:Stres Oke, Distres 'No Way')

Rupanya, beberapa perusahaan di AS kini menyadari perlunya menyediakan psikolog bagi karyawannya. Hal ini terjadi seperti di Campbell Soup dan Kimberly Clark. Menurut Willis Goldbeck, presiden Washington Business Group, mereka menyediakan program-program bagi karyawan untuk mengurangi risiko sakit jantung dan hipertensi, menghentikan merokok dan untuk mengatur stres. Program-program tambahan juga ada, seperti mendidik orang hidup teratur dan sehat.