Cerita Kriminal Almarhum Menuntut Keadilan (2): Sinar Hijau Lemah di Atas Meja

Birgitta Ajeng

Editor

Cerita Kriminal Almarhum Menuntut Keadilan (2): Sinar Hijau Lemah di Atas Meja
Cerita Kriminal Almarhum Menuntut Keadilan (2): Sinar Hijau Lemah di Atas Meja

Intisari-Online.com - Terjadinya di Neuilly, Prancis, pada awal abad XX di mana orang masih percaya pada kemungkinan untuk bertemu dengan arwah orang-orang yang sudah almarhum. Orang yang dianggap bisa mengundang arwah almarhum disebut medium atau perantara. Pertemuan dengan arwah orang yang telah meninggal disebut seance. Di bawah ini bunyi laporan Rousseau, seorang anggota kepolisian, kepada atasannya, Bertillon, mengenai jalannya peristiwa.Inilah cerita kriminal Almarhum Menuntut Keadilan.

---

Menyusul kini penyelidikan atas semua hadirin pada seance di Vila Plaisance. Keterangan yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Madame Lafargue terkenal sebagai seorang wanita yang mempunyai minat besar terhadap masalah-masalah psikologi. la mengundang beberapa sahabat dan kenalannya untuk menghadiri seance di Vila Plaisance untuk menguji medium Canette.

Ketika untuk pertama kalinya datang di Paris, Canette menarik perhatian besar kalangan orang-orang yang percaya kepada spiritisme, tetapi beberapa kali kemudian ia terlibat dalam penipuan, sehingga pengaruhnya berkurang. Namun masih ada juga orang yang percaya kepadanya. Dalam surat-surat kabar terjadi perdebatan mengenai dia. Sementara orang masih percaya akan kemampuannya sebagai medium sekalipun ia kadang-kadang menipu.

Tujuan Madame Lafargue dengan seance-nya adalah menyelidiki dan menentukan sejauh mana Canette bisa dipercaya. Canette setuju. Hanya saja ia minta agar seance itu dihadiri oleh wartawan, yang diundang oleh medium untuk menyaksikan seance, kemudian membuat laporan. Dialah Kurt Jonas, seorang reporter majalah "spiritisme”. Madame Lafargue berusaha mencegah segala kemungkinan penipuan. Dia sendirilah bersama Janos yang mengikat Canette pada kursinya. Dia pulalah yang memadamkan lampu untuk kemudian duduk di samping Janos.

Medium segera "kerasukan roh" dan dalam kegelapan terdengar suara yang parau seperti orang mendengkur. Sesaat kemudian dari sudut ruangan bergema suara keras tajam yang berteriak, "Rafael Cortez, Rafael Cortez."

"Lafalnya jelas bukan lafal Prancis, terutama 'o’- nya," demikian Madame Lafargue. Sebentar suasana sunyi senyap. "Saya kira itulah roh yang datang. Baru saja saya mau mengajukan pertanyaan kepadanya, tiba-tiba tangan saya yang memegang Janos diguncang-guncangkan."

"Lalu menyusul kalimat-kalimat menggeledek, saya kira bahasa Sapnyol. Saya tak dapat menangkap artinya. Yang jelas nadanya mengancam dan penuh sorak kemenangan. Setelah sorak berhenti saya melihat sinar hijau lemah di atas meja. Pada saat itu juga Janos menggeram kesakitan. Saya dengar kursinya terbentur meja sebelum orangnya jatuh terkapar di lantai."

"Semua hadirin berteriak-teriak ketakutan. 'Lampu, lampu, lekas!' teriak seseorang. Sebelum saya mencapai tombol lampu, ternyata telah ada orang lain yang berhasil mencapainya lebih dahulu. Setelah lampu menyala, jelaslah apa yang terjadi." Cerita Madame Lafargue ini dibenarkan oleh hadirin lainnya.

Polisi diintip

Mengenai medium Paul Canette, setelah sadar kembali ia menyatakan bahwa selama terjadi keributan ia sendiri dalam keadaan trance, seperti kesurupan roh sebagaimana terjadi pada orang medium. Dalam keadaan itu ia hanya merasa samar-samar akan apa yang sedang terjadi. Tepatnya apa, ia tak tahu.

Canette gemetar ketakutan, hampir seperti orang histeris. Dokter menyatakan bahwa jiwanya menderita guncangan hebat. Maka dokter menganggap perlu menugaskan seorang perawat untuk menjaganya bersama seorang polisi. Setelah mengambil sidik jari dan membuat foto dari setiap hadirin, polisi meninggalkan Vila Plaisance.

Hari berikutnya pemeriksaan di laboratorium memberikan data-data lebih lanjut. Pada tangkai pisau belati memang terdapat bekas jari, satu saja. Tak dapat disangsikan bahwa bekas jari itu sama seperti yang terdapat pada kemeja korban. Yang lebih penting lagi: tak seorang pun di antara mereka yang menghadiri stance maut itu sidik jarinya sama dengan sidik jari pada belati dan kemeja Janos.

Kalau pembunuh bukan salah satu di antara hadirin, lalu siapa? Koran koran Paris mulai membuat tafsiran-tafsiran yang penuh dengan fantasi dan khayalan tentang pertemuan dengan roh halus yang minta korban jiwa ini.

Sekali lagi petugas kepolisian menyelidiki ruangan seance, untuk melihat apakah ada kamar-kamar atau jalan-jalan rahasia. Petugas tertarik pada langit-langit ruangan seance yang dihiasi dengan bintang-bintang dan bulan sabit. Maka ia naik ke tingkat atasnya, untuk menyelidiki apakah dari sana ada lubang-lubang rahasia yang menuju ke kamar seance.

Ruangan di atas kamar séance itu sedikit mebelnya dan lantainya yang terbuat dari papan tidak tertutup permadani. Sambungan papan-papan diperiksa satu per satu oleh petugas. Ternyata semuanya terpaku kokoh. Petugas kemudian mengeluarkan lensa pembesar untuk dapat melihat jelas. Pada saat itu ia merasa diintip oleh seseorang. Cepat-cepat ia berpaling. Terlihat kelebat lelaki masuk kamar di ujung gang. Kemudian terdengar seorang wanita berteriak ketakutan.

Ternyata lelaki itu Paul Canette yang meninggalkan kamar tempat ia dirawat untuk mengintip polisi yang sedang menyelidiki. Wanita yang berteriak ialah perawat yang menunggui Paul Canette atas perintah dokter setelah medium itu jatuh pingsan ketika Jonas terbunuh.

Atas pertanyaan polisi, Canette menyatakan bahwa setelah terjadi peristiwa pembunuhan sarafnya terus-menerus menegang. Karena perawat tidur dan ia mendengar sesuatu, ia keluar ingin melihat apa yang terjadi demi ketenangan sarafnya.

Polisi menjadi curiga dan sejak itu penjagaan terhadap Canette diperkeras secara bergilir.

Tulisan ini ditulis di dalam buku Kumpulan Cerita Kriminal Intisari tahun 1997 dengan judul asli cerita kriminal Almarhum Menuntut Keadilan.

-bersambung-