Intisari-Online.com - Nella Jones tukang ‘sihir‘ tidak hanya pandai menyembuhkan orang sakit, menetralisasi guna-guna atau mengusir setan. Karena kepekaannya pula, ia banyak mengalami peristiwa "aneh tapi nyata" yang mungkin tak bakal dialami oleh sebagian besar dari kita. Bersama Shirley Davenport, Nella Jones membukukan pengalamannya ini dalam Ghost of Change, The Life Story of a Psychic Detective.
---
Beberapa minggu setelah ibu pergi, ayah berkata saya dan Margaret harus ikut ibu yang waktu itu sudah kumpul kebo dengan Joe di gubuk tukang pungut buah di sebuah tanah pertanian.
Joe berperawakan besar. Tangannya juga berat dan wajahnya sudah termakan cuaca. Ia buruh lepas di tanah pertanian, tetapi ia menerima kami dengan cukup baik. Kira-kira pada masa itulah saya mulai mendengar suara-suara. Suatu sore menjelang malam, saya sedang berjalan bersama Jim, yang ketika itu menginap di rumah kami. Hari sudah mulai gelap, sehingga pepohonan dan pagar-pagarrumah tampak bagai bayangan gelap saja. Kemudian samar-samar saya mendengar suara langkah mendekat. Entah kenapa saya gelisah.
Tiba-tiba saya mendengar tiga suara, "Ayo, Nella, cepat, lari!" Saya meraih kakak saya dan mendorongnya. "Lari, cepat, lagi," begitu seru saya sambil ngebut mendahului. Ketika itulah, dari balik pepohonan yang paling rimbunmuncul bayangan seorang laki-laki yang hendak menyergap Jim.
Jim berhasil menghindar, lalu menyusul saya. Orang itu terengah-engah berusaha mengejar kami. Untunglah kami sampai di rumah dengan selamat. Belakangan kami mendengar, beberapa malam sebelumnya ada anak laki-laki yang diserang seseorang di daerah itu sampai babak belur.
Ibu dan Jim bertanya apa yang membuat saya lari. Ketika saya mengatakan ada suara-suara yang memperingatkan saya, ibu cuma mengerutkan kening dan menggeleng-gelengkan kepala. Lama ia memandangi saya, kemudian melarang saya mengatakan kepada siapa pun bahwa saya sering mendengar suara-suara. Nanti saya bisa dianggap sinting.
Tangannya tidak apa-apa
Di desa kami ada seorang nenek yang hidup sendiri. Ia senang pada anak-anak. Kalau kami lewat, ia sering mengajak kami mengobrol. Saya suka sekali kepadanya dan tidak keberatan disuruh ini dan itu olehnya.
Suatu hari saya "tahu" bahwa hidup nenek itu takkan lama lagi. Saya jadi sedih, sehingga ogah bermain. Kawan-kawan bertanya kenapa. Akhimya, saya katakan apa yang akan terjadi pada nenek itu. Beberapa hari kemudian nenek itu benar-benar jatuh sakit dan meninggal. Celakanya, setelah itu tak ada anak yang mau bermain atau berbicara dengan saya.
Suatu hari saya berhasil memancing jawaban dari seorang teman. "Kamu tukang sihir. Kamu bilang nenek itu akan mati ... lalu ia benar-benar mati. Tukang sihir! Tukang sihir!"
Sejak itu saya senantiasa kesepian. Kawan-kawan saya rupanya lupa, bahwa selama ini mereka sering membawa binatang atau burung kecil yang sakit kepada saya. Begitu saya pegang atau sentuh, binatang itu pasti sembuh. Mungkin bagi kawan kawan, itu satu bukti lagi bahwa saya memang tukang sihir.
Suatu malam, Joe, ibu, dan saya sedang duduk di meja, mengelilingi lampu minyak. Mendadak saya melihat salah satu tangan Joe berlumuran darah. Darahnya begitu banyak sampai menggenang di lantai. Saya menjerit sambil menunjuk tangan itu, "Tangannya!" Namun Joe tenang-tenang saja. Saya melompat dan lari ke luar rumah. Ketika mereka menyusul ke luar, saya bertanya sambil menangis, "Tangan Joe kenapa?"
"Tidak apa-apa," kata Joe. "Kamu mimpi, ya?"
Saya berusaha untuk tidak menatap tangannya, tetapi ketika saya lihat lagi, tangan itu memang tidak apa-apa. Saya jadi bingung. Akhimya, kami bersepakat, mungkin saya salah lihat karena pengaruh bayang-bayang dari cahaya lampu minyak.
Waktu itu Joe bekerja sebagai penebang kayu. Beberapa hari kemudian ia terlambat pulang. Majikannya datang untuk memberi tahu bahwa Joe mengalami kecelakaan di penggergajian. Ada kemungkinan tangannya harus diamputasi. Waktu itu ia telah kehilangan sebagian besar telapak tangan, satu ujung jari, dan cedera pada beberapa jari yang lain.
Untunglah Joe akhirnya sembuh dan tangannya tidak perlu diamputasi, walaupun satu jarinya tak dapat lagi dipergunakan dan ia harus cuti cukup lama.
Ketika mendengar majikan Joe membutuhkan penebang kayu lagi, saya melamar. Saya kuat dan sehat. Bagi saya mengayunkan kapak bukan masalah. Maka bekerjalah saya dengan upah $ 3 seminggu. Saya senang dapat bekerja diudara terbuka.
Kira-kira pada masa itu kami mendengar ada bangkai bus terbengkalai di bekas lapangan golf. Bus itu dapat menjadi milik kami, bila kami gunakan sebagai tempat tinggal. Bagi kami waktu itu, mempunyai rumah bus lebih baik daripada rumah penampungan orang miskin seperti selama ini.
Maka kami membongkar kursi-kursi bus itu, membuat cerobong asap dan memasang tirai jendela. Tentu saja kami masih harus mengambil air dari luar dan biasanya, memasak pun di luar.
Waktu itu sebagian lapangan golf dipakai untuk olahraga berkuda. Pada akhir minggu, banyak anak muda berlatih di sana. Suatu hari seorang gadis penunggang kuda mendekati ibu yang sedang bersiap-siap memasak, dan menegurnya karena menyalakan api di situ.
Gadis yang serba berkecukupan itu marah-marah seenaknya. Pernahkah ia merasakan harus tinggal di bus? Karena jengkel, saya membentaknya, "Jangan bicara begitu kepada ibu saya!"
Ia memandang saya dengan menyeringai dan mengejek, lalu mengendalikan kudanya pergi dari situ.
"Semoga kamu jatuh dan lehermu patah!" begitu jerit saya karena gemas.
Gadis itu berlalu dengan kudanya. Ia berhasil melompati rintangan pertama, tetapi di rintangan kedua ia terjatuh! Belakangan kami mendengar tulang selangkanya patah. Sejak itu ibu melarang saya menyumpahi orang lagi jika sedang marah.
Tulisan mengenai Nella Jones tukang ‘sihir’ ini ditulis di dalam buku Kumpulan Kisah Misteri Intisari tahun 2006 dengan judul asli Tukang “Sihir” Pembantu Scotland Yard.
-bersambung-
Penulis | : | Birgitta Ajeng |
Editor | : | Birgitta Ajeng |
KOMENTAR