Intisari-Online.com - Letusan Tambora tidak hanya menyebabkan bencana. Ia juga “melahirkan” karya-karya agung nan jenius yang selalu dikenang oleh zaman. Siapa yang tidak mengenal novel horor ilmiah Frankenstein? Atau, siapa yang tidak tahu sepeda? Benar. Keduanya diciptakan di tengah kondisi alam yang tertutup abu Tambora.
***
Mary Godwin masih 18 tahun saat berlibur bersama Percy Bysshe Shelley ke Danau Genewa, Swiss, pada musim panas 1816. Mereka tinggal di pondokan milik Lord Byron, dan mengangankan bisa menemui cerahnya musim panas. Namun, Mary hanya menjumpai kemuraman, “Segalanya basah, musim panas tak bersahabat dan hujan yang tak berhenti-henti membuat kami hanya meringkuk di dalam rumah.”
Di pinggir Danau Genewa, pada tahun suram itulah, Mary melahirkan Frankenstein, novel horor ilmiah tentang manusia yang diciptakan di laboratorium. Mary menyelesaikan tulisannya tersebut pada Mei1817 dan terbit pada 1 Januari 1818. Ia menggunakan nama samaran Percy Shelly.
Tak hanya tamu, sang tuan rumah juga merasakan suasana tersebut. Ia lantas menciptakan puisi liris yang berkisah tentang semesata yang gelap dan kematian. Judulnya Darkness.
Dalam puisinya itu, Byron menggambarkan suasana saat itu sebagai, “Menyerupai mimpi, tapi bukan mimpi.”
***
Tak hanya kesuraman dan bencana kelaparan, tahun tanpa musim panas itu juga melahirkan temua jenius: sepeda!
Cuaca buruk akibat letusan Tambora membuat kereta kuda tak bisa dijadikan andalan lagi, hingga Karl Drais, seorang berkebangsaan Jerman, membuat alat sederhana beroda dua berbahana kayu diberi nama “draisine”. Satu-satu cara untuk menjalankan sepeda adalah dengan menjejakkan kaki ke tanah agar “draisine” bisa meluncur.
Alat ini juga disebut “hobby horse”, merujuk pada tujuan dibuatnya untuk menggantikan kerja kuda. Temuan ini merupakan cikal bakal sepeda modern. “Draisine” menjadi sepeda pertama yang didaftarkan hak patennya tahun 1818.
***
Letusan Tambora juga memberi dampak besar terhadap transformasi kebudayaan di Indonesia. Apakah itu? Penasaran? Cari tahu jawabannya di Intisari edisi April 2015 yang menyajikan tulisan khusus tentang 200 tahun letusan Tambora.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR