Intisari-Online.com -Karier militer Soedirman diawali ketika ia mengikuti latihan perwira tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Selesai mengikuti latihan, ia diangkat menjadi Daidancho (Komandan Daidan, setara batalyon) di Banyumas. Inilah cerita tentang JenderalSoedirman, sang guru yang jadi Panglima Besar.
Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, pasukan Inggris mendarat di Indonesia atas nama Sekutu. Mereka bertugas mengurus tawanan perang yang disekap Jepang, dan melucuti senjata tentara Jepang yang sudah kalah perang. Di berbagai daerah, mereka yang sedang menunggu diangkut pulang ke Jepang itu diminta menyerahkan senjatanya kepada tentara Indonesia. Tetapi ada yang tidak rela menyerahkan senjata inventaris negara mereka. Permintaan lalu berubah menjadi perebutan dengan paksa, hingga menelan banyak korban di kedua belah pihak.
Berbeda dengan Banyumas. Tak ada pertumpahan darah dalam proses penyerahan senjata. Itu berkat kearifan mantan Daidancho Soedirman dalam berunding. la juga memberikan jaminan perlindungan kepada bekas tentara Jepang.
"Para komandan TKR berbagai daerah yang hadir dalam rapat pimpinan di Markas Tinggi Tentara Keamanan Rakyat di Yogyakarta, kebanyakan dari Jawa Tengah," tulis Abdul Haris Nasution dalam "Tjatatan-tjatatan Sekitar Politik Militer di Indonesia" (Intisari Juni 1964).
"Dari Jawa Timur hanya beberapa, karena sebagian besar sedang bertempur mempertahankan wilayah melawan Belanda. Dari Jawa Barat sebagian besar tidak dapat hadir, sedangkan dari Sumatera hanya hadir seorang kolonel yang mewakili enam divisi TKR."
Tapi bukan karena dominasi komandan TKR dari Jawa itu Pak Dirman terpilih dengan suara terbanyak. Di kalangan para perwira tentara, Pak Dirman memang mempunyai kelebihan: teguh hati, lemah lembut tutur katanya, dan bersikap kebapakan mengayomi para bawahan. Meski relatif masih muda, baru 29 tahun, ia pemimpin yang cepat mengambil keputusan mantap, lalu tegas bertindak. Sebagian orang mengatakan Soedirman lahir 1912 di Bodaskarangjati, Rembang, tetapi sumber lain menyebutkan ia lahir di Purbalingga, 7 Februari tahun yang sama. Yang jelas prestasinya mempersatukan pelbagai laskar ke dalam tubuh ketentaraan dipandang bukan prestasi sederhana. Artikel ini pernah dimuat di Intisari edisi Oktober 2000 dengan judul "Soedirman Sang Guru yang Jadi Panglima".