Pro-Kontra Google Glass

J.B. Satrio Nugroho

Editor

Pro-Kontra Google Glass
Pro-Kontra Google Glass

Intisari-Online.com -Di balik kekaguman orang akan kehebatan Google Glass, ternyata ada banyak pendapat miring yang mengatakan bahwa Google Glass berpotensi melanggar privasi seseorang, selain juga tudingan bakal menumpulkan kemampuan kognitif.

Mengganggu kognitif?

Namun demikian, ada pendapat yang mengemukakan bahwa Google Glass punya potensi berbahaya untuk kapasitas kognitif pengguna. Pendapat ini salah satunya dikemukakan oleh Daniel J. Simons, professor psikologi dan periklanan di University of Illinois dan Christopher F. Chabris, professor psikologi di Union College.

Seperti dikutip dari dailymail.co.uk, “wearable computer” atau komputer yang dikenakan seperti kacamata ini bisa mengabaikan kemampuan kognitif yang krusial dan mengganggu pengguna untuk melihat hal-hal yang seharusnya jelas terlihat di sekelilingnya.

Walaupun sebelumnya Sergey Brin, salah satu penemu Google, mengatakan bahwa keamanan merupakan salah satu motivasi dibuatnya produk ini, namun para ahli psikologi ini mempunyai pendapat yang berbeda.

Tujuan Google Glass adalah membebaskan tangan dan mata ketika harus bekerja dengan ponsel pintar. “Namun kalau otak sudah turut campur, bagaimanapun pengguna tetap tidak akan bisa melihat hal-hal nyata di sekelilingnya, yang seharusnya jelas terlihat.

Mereka mengungkapkan, Google Glass akan memberikan banyak hal luar biasa pada penggunanya, namun manusia tetap mempunyai batasan kemampuan dalam memperhatikan sesuatu.

Tanpa suara klik

Salah satu kritik yang juga gencar diarahkan untuk Google Glass adalah mengenai privasi. Seperti diketahui, Glass mempunyai kamera yang bisa digunakan untuk mengambil foto dan video.

Salah satu gerai makanan cepat saji di California yang melarang penggunaan Google Glass di gerainya. (ngohq.com)

Masalahnya, orang tidak bisa melihat apakah kacamata pintar yang digunakan seseorang sedang merekam film atau mengambil foto atau tidak. Apalagi, tidak ada suara rana atau lampu merah yang menyala, menandakan peranti itu sedang mengambil foto atau mereka video.

Beberapa perusahaan seperti pengelola bioskop, restoran, dan kasino sudah menyatakan pelarangan penggunaan Google Glass di lingkungan usahanya, untuk menjaga privasi.

Terang saja Google Glass menjadi momok bagi tersebarnya foto atau video yang tidak diharapkan orang lain. Si Kacamata bisa dengan mudah mengunggah foto dan video tersebut langsung ke dunia maya, tanpa perlu izin dari objek yang difoto atau direkam videonya. Belum lagi, foto dan video ini tersimpan di server Google, yang diakses oleh hampir semua orang di dunia ini. Serem juga, ya?

Bagaimanapun juga, Google Glass dan teknologi “wearable computer” lain sudah menjadi kejutan besar bagi dunia. Kritik dan evaluasi justru krusial, untuk membuat teknologi memudahkan hidup manusia, bukan justru sebaliknya.