Intisari-Online.com - Meski sendiri, bukan berarti kita sendirian. Tubuh manusia terdiri atas sejumlah mikroba dalam kuantitas yang tak bisa terbayangkan. Namun membasmi mereka seperti yang kita lakukan, sengaja maupun tak sengaja, dengan menggunakan antibiotik yang melimpah akan membahayakan kesehatan kita.
"Penggunaan yang berlebihan dapat meningkatkan persoalan seperti obesitas, diabetes tipe 1, penyakit radang usus, alergi, dan asma, dua kali lipat lebih di banyak populasi," tulis Martin Blaser, guru besar mikrobiologi dan ketua Fakultas Kedokteran di Pusat Kedokteran Langone Universitas New York.
Manusia terkadang disebut sebagai meta-organisme karena jumlah dan volume mikroba yang hidup berbagi di tubuh kita - tinggal di usus, kulit, bahkan di pusar perut kita. Mereka membantu kita mengakses nutrisi seperti vitamin K dan energi dari karbohidrat kompleks. Mereka mengalangi infeksi yang berbahaya, dan bukti terbaru menunjukkan mereka membantu menjaga tubuh dari penyakit autoimun seperti bay multiple sclerosis.
Antibiotik merupakan obat ajaib, dan memiliki peran dalam memperpanjang usia harapan hidup di AS dari 63 tahun menjadi 78 tahun. Akan tetapi, pengobatan ini, dan bersama dengan perubahan kita hidup, mengubah komunitas mikroba yang berbagi di tubuh kita. Misalnya saja, seperti yang diungkapkan oleh sebuah penelitian di tahun 2010 yang memantau bagaimana dua jenis antibiotik ciproflaxin menyebabkan perubahan yang cepat dan mendalam pada populasi mikroba di usus responden tanpa pernah bisa kembali ke kondisi awal.
Selama 26 tahun, Blaser mempelajari bakteri Helicobacter pylori. Bakteri yang ditemukan tahun 1982 oleh Robin Warren dan Barry Marshall yang mengantarkan mereka berdua meraih Hadiah Nobel ini berkaitan dengan radang perut dan kanker lambung. Ada yang menarik bahwa bakteri ini mulai menghilang dari usus kita. Menurut Blaser, sampai abad ke-21, sekitar 6% anak di AS, Swedia, dan Jerman yang masih memiliki mikroba ini.
Tak heran jika kanker lambung sudah jarang terjadi. Sebaliknya, penyakit kerongkongan meningkat secara dramatis. Ini sebagai akibat hilangnya H. pylori yang melindungi kerongkongan. Manusia yang kekurangan bakteri ini akan lebih mudah terserang asma, demam karena alergi jerami atau alergi kulit pada anak.
Jelas bahwa mikroba yang menetap di tubuh memiliki peran penting dalam kesehatan kita, meski ilmuwan masih mengeksplorasi lingkup pengaruh itu terhadap sistem biologis tubuh seperti metabolisme dan kekebalan tubuh. Sudah diketahui banyak orang bahwa antiobiotik dapat membangkitkan bakteri Clostridium difficile, sudah ada di beberapa orang sehat, untuk menyebabkan infeksi radang-usus dengan membinasakan bakteri lainnya, bakteri yang sehat di tubuh manusia.
Bagaimanapun, banyak bukti sejauh ini berasal dari hewan percobaan seperti tikus dan hewan lain. Penelitian menunjukkan bahwa mikroba yang sudah ada di tubuh memainkan peran yang kompleks dalam menjaga kesehatan kita.
Blaser menyarankan penggunaan antibiotik yang lebih bijaksana, seiring dengan pengembangan teknik untuk mengidentifikasi dengan cepat persoalan bakteri patogen dan obat yang menyasar bakteri patogen tertentu tanpa mengganggu bakteri yang lain. Juga perlu secara aktif mengganti bakteri yang telah hilang. Probiotik menjanjikan dalam hal ini, meski ilmu pengetahuan masih dalam tahap awal soal ini. (Sumber: LiveScience)