Menguap Belum Tentu Tanda Bosan

J.B. Satrio Nugroho

Penulis

Menguap Belum Tentu Tanda Bosan
Menguap Belum Tentu Tanda Bosan

Intisari-Online.com - Kapan Anda menguap? Menguap bisa menjadi indikasi Anda sedang mengantuk, tertekan, bosan, lelah, atau sebagai sinyal perubahan aktivitas, misalnya sehabis bangun tidur atau sebelum tidur.

Anda juga menguap jika orang di sebelah Anda menguap. Betul, menguap itu menular. Sudah banyak yang melakukan penelitian terhadap fenomena ini. Terakhir, peneliti dari University of Pisa, Italia, bekerja sama dengan Institute of Cognitive Sciences and Technology, Roma, menemukan hasil bahwa fenomena menguap yang menular itu sebuah bentuk hubungan emosional.

Menurut Elisabetta Palagi, peneliti dari Institute of Cognitive Sciences and Technology, fenomena tersebut juga terjadi pada hewan dengan tingkat kognitif yang tinggi dan kemampuan afektif, seperti anjing. “Pada manusia, menguap bisa menular dari orang lain yang menguap dalam selang waktu lima menit,” katanya.Mengenai menularnya menguap sebagai sebuah bentuk hubungan emosional, dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa fenomena menguap yang menular lebih sering terjadi, dan lebih responsif antara dua orang yang mempunyai hubungan empatik, sahabat dekat, saudara, atau pasangan.

Pengumpulan data dilakukan dengan melibatkan ratusan remaja dan lebih dari 400 pasangan. Mereka diteliti dengan waktu yang berbeda: saat makan, di kereta, di tempat kerja, dan sebagainya. Penelitian yang dilakukan selama setahun lebih ini dilakukan di Italia dan Madagaskar. Namun, objek penelitian tersebut berasal dari negara-negara yang berbeda. Hubungan keluarganya juga dibuat acak: orang asing dan kenalan jauh, teman, saudara (orangtua, kakek buyut/cucu, dan saudara kandung), dan juga pasangan kekasih/suami-istri.

Hasil penghitungan data statistik menunjukkan bahwa frekuensi tertularnya menguap (kapan dan seberapa banyak) tidak dipengaruhi oleh perbedaan konteks sosial dan kegiatan yang dilakukan. Artinya, entah itu sedang makan atau bekerja, atau apakah orang yang menguap itu terlihat, terdengar, atau bahkan terlihat dan terdengar, tetap akan tertular.

Kewarganegaraan juga tidak memengaruhi frekuensi tertularnya menguap. “Yang terlihat (dari hasil penelitian tersebut) justru adalah hubungan emosional yang terjalin antara yang menguap pertama dan yang tertular,” kata Ivan Norscia dari University of Pisa. Dari data penelitian juga diketahui bahwa ketika ada yang menguap, yang tertular paling cepat adalah orang yang mempunyai hubungan emosional paling dekat dengannya, misalnya yang mencintainya. Jika dibuat urutan, kemungkinan tertularnya besar adalah saudara dekat, sahabat, lalu kenalan, dan yang terakhir adalah orang asing. Jika diurutkan berdasarkan cepatnya respons, yang paling cepat adalah teman, saudara, dan pasangan. Orang asing responsnya lebih lambat.

“Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa temuan data di bidang neurobiologikal dari laporan penelitian sebelumnya,” kata Elisabetta Visalberghi, koordiantor penelitian ini. “Laporan-laporan tersebut menunjukkan bahwa beberapa bagian otak yang aktif ketika menguap bekerja berbarengan dengan daerah otak yang yang memproses emosi seseorang terhadap orang lain."

Singkatnya, aktivitas menguap bisa menjadi sinyal empati, bukan melulu tanda bosan. (Sciencedaily)