Anak Autis Tak Mempan Tes IQ

J.B. Satrio Nugroho

Penulis

Anak Autis Tak Mempan Tes IQ
Anak Autis Tak Mempan Tes IQ

Intisari-Online.com - Dalam penelitian di Universitas Washington, 90% anak dengan autisme menunjukkan perbedaan antara skor IQ dengan kemampuan dalam membaca, mengeja, dan uji matematika.

“Prestasi akademik adalah sumber yang potensial untuk mengukur kemampuan diri dan perasaan. Namun, banyak orang tidak menyadari bahwa hal ini terdapat dalam diri anak dengan autisme,” ujar Annete Estes, asisten professor di Pusat Autisme University of Washington.

Dignosis autisme dan intervensi perilaku awal yang berkembang membuat semakin banyak anak dengan IQ di atas rata-rata yang didata. Hingga 70 persen dari anak autis dianggap cerdas, meskipun mereka memiliki hambatan komunikasi sosial.

Intervensi dini terhadap perkembangan anak dengan autisme mampu meningkatkan kemampuan sosial dan mengekang permasalahan dalam tingkah laku. Hal itu juga meningkatkan kemungkinan anak autis dengan kategori IQ tinggi untuk bergabung dalam kelas reguler. Penelitian ini dipublikasikan dalam the Journal of Autism and Developmental Disorders.

Masih sedikit pemahaman tentang bagaimana kinerja anak dengan autisme di kelas reguler yang bisa berimplikasi pada pola pendampingan anak dengan autisme. Maka, dengan asumsi bahwa skor IQ dapat memprediksi kemampuan akademis – yang diukur dengan serangkaian tes membaca kata, mengeja, dan kemampuan angka dasar – Estes dan koleganya beranggapan hal yang sama bisa dilakukan pada 30 sampel anak dengan autisme berusia 9 tahun yang dikategorikan cerdas.

“Temuannya mengejutkan: 27 dari 30 anak (90%) memiliki perbedaan antara skor IQ dengan nilai setidaknya satu tes akademis,” ujar Estes. “Beberapa skor lebih tinggi dan beberapa lebih rendah dari skor IQ yang diprediksi."

Delapan belas dari 30 anak yang diuji hasilnya lebih tinggi dari yang diprediksi setidaknya dalam satu tes akademis. Hal ini terjadi pada tes mengeja dan membaca kata. Dari ketiga tes akademis, 18 dari 30 anak yang skornya lebih rendah dari prediksi skor IQ mereka mengalami kesulitan belajar.

Estes dan koleganya menemukan benang merah antara kemampuan sosial dan kemampuan akademis di sekolah. Khususnya, anak yang memiliki kemampuan sosial yang tinggi pada usia 6 tahun, termasuk mengenalkan dirinya kepada orang lain dan keinginan untuk berkompromi dan bekerja sama. Dia akan memiliki kemampuan membaca yang lebih baik pada usia 9 tahun. Objek penelitian ini diteliti sejak usia 3 - 4 tahun, ketika mereka didiagnosis menderita gangguan spektrum autis oleh staf Pusat Autisme UW.

Penelitian ini tidak melihat kinerja anak-anak di sekolah. Hal itu merupakan langkah berikutnya bagi peneliti. “Yang perlu kami ketahui saat ini, apakah anak dengan autisme yang memiliki skor lebih tinggi dari harapan mampu menunjukkan kemampuannya di kelas,“ ujar Estes. “Hal ini juga dapat menentukan di kelas tingkat berapa mereka seharusnya ditempatkan.”

Anak yang memiliki skor di bawah level prediksi harus berjuang sedikit lebih keras dalam beberapa pelajaran. “Kami menginginkan agar mereka mendapatkan bantuan yang diperlukan untuk mencapai potensi terbaik mereka,“ ujar Estes.