Cengkih, Emas Cokelat Asli Indonesia

Ade Sulaeman

Editor

Cengkih, Emas Cokelat Asli Indonesia
Cengkih, Emas Cokelat Asli Indonesia

Intisari-online.com Jauh sebelum dinilai sebagai rempah paling berharga, cengkih sudah dikenal oleh peradaban-peradaban kuno dunia. Salah satunya adalah bangsa Romawi Kuno. Fakta ini didukung bukti keberadan cengkih di sebuah kapal yang diperkirakan berasal dari tahun 1721 SM.

Kemudian, pada abad ke-16 dan ke-17 Masehi, bersama pala, cengkih dianggap sebagai rempah-rempah yang paling bernilai. Saat itu harga 1 kg cengkih setara dengan 7 gram emas. Maklum, untuk mendapatkannya, nyawa bisa jadi taruhan. Selain ekspedisi yang berbahaya, upaya memperoleh cengkih terkadang harus melibatkan perang.

Sedangkan Bangsa Cina Kuno “baru” menggunakan cengkih pada tahun 226 SM, saat Dinasti Han berkuasa. Saat itu, cengkih menjadi rempah-rempah yang memiliki derajat yang tinggi karena digunakan di lingkungan kekaisaran. Kaisar yang akan menemui rakyatnya akan mengunyah cengkih agar mulutnya tidak mengeluarkan bau tidak sedap. Hal yang sama berlaku untuk rakyat atau tentara kerajaan yang akan menghadap kaisar. Walaupun keberadaan cengkih banyak ditemukan di peradaban-peradaban kuno, perang dan ekspedisi untuk menguasainya lebih banyak dilakukan oleh bangsa Eropa.

sebenarnya cengkih merupakan tanaman asli Indonesia. Dahulu, cengkih hanya tumbuh di Kepulauan Maluku, tepatnya di lima pulau kecil di sebelah barat Halmahera (Ternate, Tidore, Moti, Makian dan Bacan).

Secara tradisi, setiap kali melahirkan anak, masyarakat di Kepulauan Maluku tersebut akan menanam satu pohon cengkih. Pohon tersebut akan dirawat baik-baik karena dipercaya memiliki ikatan langsung dengan sang anak. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada pohon tersebut, sang anak ataupun lingkungannya dipercaya akan mengalami masalah.

Tradisi ini berperan penting dalam upaya mencegah usaha monopoli cengkih oleh Belanda. Usaha memonopoli cengkih akhirnya terhenti pada abad ke-18. Saat itu cengkih berhasil dikembangbiakkan di beberapa tempat seperti Zanzibar, Madagaskar, Brazil, Mauritius, dan Tanzania. Mulai saat itu pula harga tumbuhan yang diberi nama “clove” oleh Bangsa Perancis karena bentuknya yang mirip paku (“clou”) ini berangsur turun dan tidak lagi menjadi rempah yang eksklusif.