Intisari-Online.com - Sendok dan garpu; pasangan ini memang akrab dengan kehidupan masyarakat masa kini. Perubahan tata cara makanlah penyebabnya. Meski di zaman dahulu sekali, kita pun masih kadang-kadang, lebih mengandalkan tangan telanjang.
Lalu dari bahan apa sendok pertama dibuat? Karena tak banyak jejak ditinggalkan, diduga bahannya mudah hancur. Muncullah rekaan, sendok tertua itu dari kerang. Tetapi ada pula yang memperkirakan dari kayu, tanduk, atau tanah liat bakar.
Konon, masyarakat Mesir kuno suka sendok dari perunggu, beberapa bergagang tajam untuk mencukil daging kerang. Bahan keras lain adalah gading, batu tulis, atau batu api. Di Yunani dan Romawi sudah ada sendok bergagang bulat dari perak, perunggu, atau kuningan. Lucunya, di Romawi ada sendok dari tulang dengan lubang di cekungannya, tapi tak jelas apa fungsinya.
Pada perkembangan berikut gagang sendok mulai dihiasi pahatan berbentuk manusia atau hewan. Hiasan lain yang muncul adalah patung kecil, koin, batu mulia, dan lain-lain yang menempel di ujung gagang. Jenis hiasan gagang akan berubah sesuai mode saat itu.
Sendok masa itu biasanya bergagang lurus dengan cekungan panjang yang ujungnya runcing. Tak sedikit di antaranya dibuat dari emas dan perak. Karenanya di abad XVI sendok demikian hanya dipakai kalangan atas. Di abad berikutnya barang itu menyebar di kalangan borjuis. Sedangkan orang kebanyakan cukup dengan sendok tembaga, campuran timah hitam dan putih, atau besi berlapis timah.
Bagaimana dengan garpu? Konon garpu pertama hanya punya satu gigi. Bangsa Romawi-lah yang mengubah jadi dua gigi. Di abad pertengahan garpu besar dua gigi yang rata dipakai untuk menyajikan makanan. Di Italia pada abad XVI garpu serupa yang lebih kecil dipakai menggantikan pisau untuk menusuk makanan. Itulah masa transisi fungsi pisau oleh garpu. Tak ayal para tetamu dari luar negeri pun terkaget-kaget melihat barang aneh itu. Meskipun begitu penyebaran ke berbagai negara terjadi pula. Di antaranya ke Inggris. Salah satu buktinya berupa satu lusin garpu milik Ratu Elizabeth I (1533 - 1603) yang gagangnya bertatahkan batu mulia.
Garpu tiga gigi mulai dipakai di akhir abad XVII. Meski garpu mulai umum dipakai, kadang ia cuma jadi pendamping setia -sendok atau pisau. Panjang garpu jenis itu sekitar 14 cm. Bersamaan dengan tumbuhnya gigi garpu jadi empat, cekungan sendok jadi oval. Pegangannya pun agak melengkung sehingga mudah dipegang.
Di abad XVIII kebiasaan tiap orang untuk punya alat makan pribadi menghilang. Set perangkat makan jadi milik keluarga. Keluarga kaya biasanya memiliki 1-2 lusin perangkat perak untuk dipakai sendiri atau saat menjamu tamu. Materi perangkat pun mulai berubah. Kira-kira pertengahan abad XIX mulai dilakukan proses pelapisan perak ke aloi nikel dan tembaga umum. Lalu diikuti pelapisan nikel atas kuningan. Di abad XX, tepatnya 1920-an, perangkat makan dari baja antikarat mulai dikenal dan banyak digunakan.
Seiring dengan perkembangan tata cara makan dan munculnya jenis-jenis makanan baru, lahir pula perangkat makan yang makin spesifik. Misalnya sendok-garpu untuk makan malam, makanan kecil, sendok sup, garam, sayur, sendok teh biasa atau yang lebih kecil, dan sebagainya.
Mengingat begitu bervariasi hiasannya, sendok sering jadi objek koleksi. Hobi ini konon muncul pada pertengahan abad. XIX. Selain untuk makan, koleksi itu termasuk sendok suvenir dengan tanda unik untuk menandai peristiwa tertentu. Uniknya lagi, di Eropa sendok adalah simbol perkawinan dan cinta. Tak heran dalam peristiwa penting keluarga, misalnya kelahiran bayi, si jabang bayi akan mendapat sendok. Tak sedikit-pula kolektor yang memajang miliknya di internet. Di antaranya The Souvenir Spoon Museum.
Sayang, kisah persahabatan orang Indonesia dengan sendok masih memerlukan pelacakan yang ulet. Salah satu kendala yang menghadang, tradisi kita yang lebih bersifat lisan daripada tertulis. Padahal, bisa jadi museum itu belum mengoleksi sendok orang Jawa yang praktis dan paling pas untuk makan bubur, nasi pecel, atau liwet. Yaitu sudu, alias sendok dari daun pisang. (Intisari)