Intisari-Online.com - Cucian menumpuk? "Ya, enggak massyyalah," sahut Bawang Putih. Tentu, karena ada sabun. Sabun mengandung surfaktan atau bahan aktif permukaan, yang molekulnya akan mengikat kotoran lalu melepasnya dari benda inang. la akan menahan kotoran sampai larut terbilas air.
Mengingat berbagai kepentingan, wajar bila ada berbagai jenis dan ujud sabun. Misalnya, batangan keras sabun mandi, serbuk deterjen, encernya sabun cair dan sampo, hingga sabun colek yang kenyel-kenyel. Tak ada catatan pasti, kapan nenek moyang kita mulai bersabun. Konon, pada 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan serupa.
Pliny (23 - 79) menyebut sabun dalam Historia Naturalis, sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Prancis. Artinya, tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras. la juga menyebut pabrik sabun di Pompeii yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali.
Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, pada abad II. Tahun 700-an di Italia, membuat sabun mulai dianggap sebagai seni. Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200- an. Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah.
Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Prancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang. Di Amerika Utara, industri sabun lahir tahun 1800-an. "Pengusahanya" mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijual dari rumah ke rumah.
Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan lagi barang mewah. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa disebut sebagai penemu surfaktan sintetis dalam deterjen tahun 1916. Namun, baru tahun 1933 deterjen untuk rumah tangga diluncurkan pertama kali di Amerika Serikat.
Kelebihan deterjen, mampu lebih efektif membersihkan kotoran meski dalam air yang mengandung mineral. Tapi, ia pun menimbulkan masalah. Sebelum tahun 1965, deterjen menghasilkan limbah busa di sungai dan danau. Ini karena umumnya deterjen mengandung alkylbenzene sulphonate yang sulit terurai.
Untung, setelah 10 tahun dilakukan penelitian, tahun 1965, ditemukan linear alkylbenzene sulphonate (LAS) yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat cepat menguraikan molekul LAS, sehingga tidak menghasilkan limbah busa. Dalam perkembangannya, deterjen pun makin canggih. Deterjen masa kini biasanya mengandung pemutih, pencerah warna, bahkan antiredeposisi. Zat terakhir ini mencegah kotoran agar... "Ogaaah nempeel". (Intisari)