Intisari-Online.com - Jaksa Agung untuk Gibraltar, Frederick Solly Flood, menganggap kasus Mary Celeste melulu kasus perompakan dan pembunuhan. Dugaan pertama, seorang awak kapal Mary telah meminum muatannya. Dalam keadaan mabuk ia membunuh Kapten Briggs dan anak-istrinya. Teori serupa diajukan oleh William A. Richard, menteri keuangan AS, yang kemudian dimuat dalam New York Times tahun 1873. Tapi ide ini gugur, karena muatannya adalah alkohol yang didenaturasi, yang bisa membuat peminumnya sangat kesakitan sebelum mabuk.
Selanjutnya Flood curiga, jangan-jangan Briggs dan Morehouse telah bersekongkol. Briggs membunuh awak kapalnya dan menyingkirkan mayat mereka. la kemudian pergi dengan sekoci ke suatu tempat sesuai perjanjian dengan Morehouse. Begitu Morehouse menemukan Mary Celeste, ia membawanya ke Gibraltar dan mengklaim hadiah. Menurut hukum maritim internasional, barang siapa menemukan kapal - biasanya kapal karam - berhak mendapatkan hadiah sebesar sekian persen dari nilai kapal dan barang muatannya. Kelihatannya masuk akal, tapi dengan pengamatan teliti tidak ada bukti bahwa Morehouse atau Briggs bertindak kriminal. Selain itu, bagian hadiah yang didapat Morehouse, tak lebih besar dari modal yang ditanamkan dalam kapal itu.
Teori ketiga menuduh Morehouse dan awak kapalnya merompak Mary Celeste, dan menghabisi semua penumpangnya. Ini pun sulit dibuktikan. Malah pengadilan kelautan Inggris itu akhirnya menghapus semua kecurigaan dan menghadiahi Morehouse 1.700 poundsterling. Namun menurut pendapat banyak orang, Morehouse seharusnya mendapatkan dua atau bahkan tiga kali lebih besar.
Kisah misteriusnya terus beredar dan semakin banyak versi cerita yang muncul. Bahkan tak sedikit pula yang membukukan atau memfilmkan kasus ini. Diantaranya adalah kisah fiksi J. Habakuk Jephson's Statement, hasil olah tulis dokter berkebangsaan Inggris, Arthur Conan Doyle (yang terkenal dengan tokoh Sherlock Holmes-nya).
Tahun 1920-an Chamber's Journal memuat artikel Lee Kaye yang diakui sebagai tuturan salah seorang awak Mary Celeste yang selamat. Awak kapal ini konon bernama John Pemberton, nama yang tidak pernah disebutkan dalam daftar nama awak kapal Mary Celeste. Kisah Pemberton makin dikenal massa setelah Laurence J. Keating menulis The Great Mary Celeste Hoax, yang sempat menjadi best seller.
Sekian lama tersembunyi, baru pada 6 Mei 1929 seorang koresponden Evening Standard konon berhasil menemui, bahkan memotret John Pemberton. Namun akhirnya terungkap, semua itu akal-akalan belaka. Lee Kaye, Laurence J. Keating, bahkan koresponden khusus Evening Standard mengacu pada orang yang sama, Laurence J. Keating. Sedangkan foto John Pemberton tak lain gambar ayah Keating!
Diculik UFO
Ada lagi yang melempar pendapat, Mary Celeste diserang monster, tepatnya gurita raksasa yang kelaparan sehingga menelan semua penumpangnya. Tapi banyak yang menganggap itu takhayul belaka. Pula mana mungkin semua penumpang berada di atas geladak, lalu dengan patuh menunggu giliran ditelan sang monster satu per satu? Lalu apa tidak aneh kalau monster pun memilih melahap kronometer, sekstan, buku navigasi, dan sekoci? Kemudian Morris K. Jessup menduga, awak kapal Mary Celeste diculik UFO.
Malah tak kurang yang menganggap awak kapal itu menjadi korban Segitiga Bermuda, wilayah yang selama ini dinilai rawan bagi banyak kapal. Tak seorang pun tahu pasti apa yang sesungguhnya terjadi pada Mary Celeste. Sampai ketika tanggal 16 Mei 1873 Harian Daily Albion di Liverpool melaporkan telah ditemukannya dua perahu oleh nelayan-nelayan di Baudus, Asturias, dekat Madrid, Spanyol. Perahu pertama memuat tengkorak yang terikat dan mengibarkan bendera Amerika. Sedangkan perahu kedua membawa lima mayat yang mulai hancur membusuk. Sayangnya, tak dilakukan penelitian yang mendalam, sehingga tak bisa ditentukan siapa mereka sebenarnya dan berasal dari kapal apa. Mungkinkah mereka awak kapal Mary Celeste?
Dari Gibraltar, Mary Celeste diserahkan kembali pada James H. Winchester, dan di bawah komando Kapten George W. Blatchford. la meneruskan perjalanannya ke Genoa dan berhasil menyerahkan muatannya. Winchester kemudian menjual kapal itu - kabarnya dengan harga yang sangat murah hingga pemiliknya tentu merugi besar. Selama 1-2 tahun berikutnya Mary Celeste berpindah tangan hingga 17 kali. Kembali, tak satu pun dari pemilik barunya punya pengalaman baik dengan kapal ini. Kandas, terbakar, dan berbagai kecelakaan lain terus menimpanya.
Menjelang 1884, Mary Celeste yang sudah tua dan agak compang-camping dibeli Gilma C. Parker. Si Tua kemudian berangkat ke Portau-Prince, Haiti, dengan membawa kargo yang diasuransikan sebesar AS$30.000. Ternyata, pada 3 Januari 1885 Mary Celeste yang malang itu dengan sengaja dikandaskan oleh pemiliknya di lepas pantai Haiti, lalu dibakar, supaya ia dapat mengklaim asuransinya. Karena ketahuan oleh pihak asuransi, Parker diajukan ke pengadilan federal di Boston. Namun, ia dan konco-konconya, karena soal teknis hukum, terbebas dari tuntutan. Toh mereka belum terbebas dari "kutukan" Mary Celeste. Tak lama kemudian Parker bangkrut dan meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan. Salah seorang rekannya jadi sinting dan menghuni rumah sakit jiwa sampai akhir hayatnya. Satu lagi bunuh diri.
Lalu, bagaimana kisah kapal Tang? (Intisari)