Intisari-Online.com - Sekarang kita dengan enteng bisa bilang, "Tunggu sebentar, aku baru balas e-mail-mu." Ucapan yang sama entengnya, "Dari tadi aku kirim SMS, belum ada jawaban dari dia."
Itulah hasil budi daya manusia bernama teknologi. Pesan dan jawaban atas keingintahuan sampai dalam saat yang amat singkat; nyaris seketika. Sementara di bagian lain, perpindahan aneka dokumen tertulis dan paket kiriman juga makin singkat.
Tak terbayangkan, pada masa lalu, jasa pos tak lebih dari cara primitif penyampaian pesan yang berlangsung amat lamban. Percayakah Anda kalau lari estafet semula bukan untuk lomba olahraga, melainkan untuk mengantar surat dan paket? Kaisar Julius pada 100 SM - yang suatu ketika tinggal di Inggris, mengirim dua pesan kepada Cicero, pujangganya di Roma. Jarak yang kini bisa ditempuh kurang dari sehari naik bus itu dulu memerlukan 26 hari untuk surat pertama dan 28 hari untuk surat kedua (Encyclopaedia Americana, 1976).
Para pembawa pesan tak lain adalah para budak. Atau mereka yang takluk. Mereka berjalan kaki dan kemudian naik kuda yang ditempatkan pada semacam pangkalan (dari sinilah istilah pos, dari kata Latin positus yang artinya "ditempatkan" itu berasal) sambil membawa pesan.
Sejarawan Yunani tahun 400-an SM, Herodotus, menerangkan kerja orang-orang Persia penyampai pesan, "Tak peduli salju atau hujan, panas atau dalam keremangan malam, para kurir itu terus berjalan menunaikan kewajiban." (The World Book Encyclopaedia, 1992).
Pada tahun 27 SM, Kaisar Agustus menata sistem pengiriman pesan dengan membuat banyak jalan di wilayah Kekaisaran Romawi. Sejak itu layanan pos menjadi instrumen peradaban cukup penting. Bahkan ketika Kekaisaran Roma runtuh pada tahun 400-an, sistem yang telah berkembang di seluruh Eropa tak ikut berantakan.
Di belahan dunia lain, sekitar tahun 1200-an pemimpin Mongolia Kubilai Khan telah mengembangkan sistem layanan pesan berantai melalui 10.000 stasiun pos. Di Amerika Utara dan Selatan, bangsa Aztec dan Inca juga memiliki ribuan pelari estafet yang kerjanya mengirimkan pesan dan mengantarkan paket antarkota.
Pos sebagai jasa layanan publik resmi pertama kali dilakukan oleh otoritas Universitas Paris. Pada akhir abad ke-13 lembaga itu mempekerjakan para kurir untuk mengantar surat dan mengumpulkan uang kuliah mahasiswa yang berasal dari seantero Eropa. Langkah ini Iantas diikuti pemerintah. Pada 19 Juni 1464 Raja Louis XI memerintahkan pendirian pangkalan surat di kota-kota utama Prancis. Pada masa pemerintahan Louis XIII dibentuk lembaga negara yang mengurusi surat dan paket.
Para penguasa negara lain segera melakukan hal yang sama. Kaisar Maximilian dari Belgia membuat jalur pos Brussels - Wina pada tahun 1516. Di Inggris, setelah sebelumnya ada jasa layanan pos partikelir, Raja Edward III pada 1635 mendirikan jalur pos pemerintah antara London - Edinburgh. Di Italia layanan pos berawal pada 1561. Di Massachussetts, AS, pada 1639 berdiri pusat layanan jasa pos.
Perkembangan itu lantas berakibat pada diberlakukannya standardisasi ukuran amplop, prangko, dan letaknya, juga sistem prangko berlangganan. Berkembang pula aneka mesin pemisah jenis surat dan paket, pemindai prangko dan kode pos, dll. Di banyak negara dalam masa modern, jasa layanan pos menjadi bagian dari birokrasi pemerintah, dan biasanya disatukan dengan telekomunikasi. Tapi di Inggris, pemerintah hanya menangani The Post Office, dan telekomunikasi diserahkan swasta. Ketika pertumbuhan pos makin besar, kalangan swasta juga ambil bagian.
Mengenai volume kiriman surat, sampai tahun 1992 AS menduduki peringkat pertama, yakni lebih dari 110 miliar pucuk per tahun, setengah jumlah total surat yang setiap tahun beredar di seluruh dunia. Volume itu pasti surut ketika teknologi surat elektronik dan SMS membanjir seperti sekarang. Namun fungsi jasa layanan pos tetap tak tergantikan, meskipun saat ini undangan atau kartu ucapan hari raya dianggap cukup sopan dikirimkan secara elektronik atau lewat SMS. (Intisari)