7 Fakta Tentang Hujan

J.B. Satrio Nugroho

Editor

7 Fakta Tentang Hujan
7 Fakta Tentang Hujan

Intisari-Online.com - Musim penghujan kerap dinanti, kadang juga dibenci. Indonesia yang beriklim tropis tak jarang kelimpahan curah hujan, ditambah lagi sistem drainasi yang buruk, sehingga menimbulkan banjir. Di luar itu, banyak fakta tentang hujan yang belum kita ketahui. Berikut di antaranya.

  1. Air hujan jatuh ke Bumi dengan kecepatan yang rendah.Air hujan jatuh dengan kecepatan sekitar 35 km/jam. Untuk perbandingan, butiran salju jatuh dengan kecepatan sekitar 3-6 km/jam dan membutuhkan waktu sekitar satu jam sampai akhirnya menyentuh tanah.

  2. Titik hujan yang jatuh berubah bentuk ratusan kali tiap detik, pada dasarnya berbentuk piringan oval, bukan seperti bentuk tetesan air seperti penggambaran biasanya.Bentuk tersebut meningkatkan efek gesekan atmosfer, membuat kecepatan terjun hujan menjadi rendah. Jika saja bentuk titik hujan berbeda (seperti peluru atau gelembung air yang besar) serta atmosfer Bumi tidak mempunyai sifat gesekan, permukaan Bumi akan menghadapi kehancuran setiap kali hujan turun.

  3. Ketinggian minimum awan hujan adalah 1.200 meter. Air hujan bisa membeku dan menjadi butiran salju di level awan ini. Tetesan air tersebut akan berada di atmosfer selama sekitar 10 hari.

  4. Satu tetes air hujan yang jatuh dari ketinggian 1.200 m berefek sama dengan benda seberat 1 kg yang jatuh dari ketinggian 15 cm. Hal itu karena tingginya titik jatuh dan efek gravitasi Bumi.

  5. Dalam satu detik, kira-kira 16 juta ton air menguap dari Bumi. Air yang menguap itu bisa berasal dari sungai, danau, dan laut. Selama proses penguapan sampai jatuh menjadi hujan, air tersebut bergerak menempuh jarak ratusan kilometer.

  6. Air sebanyak 16 ton itu juga yang turun ke bumi dalam satu detik.Dalam setahun, diperkirakan jumlah ini akan mencapai 505 x 1.012 ton. Air terus berputar dalam daur yang seimbang berdasarkan “takaran”.

  7. Setelah atau sesaat sebelum hujan turun, muncul bau wangi yang khas.Senyawa wangi itu dinamakan petrichor (petros:batu; ichor: air). Dalam mitologi Yunani, petrichor merupakan cairan yang mengalir di nadi para dewa. Menurut peneliti, senyawa yang memiliki nama kimiawi 2-decanone ini dilepaskan oleh tumbuhan pada musim kering lalu diserap oleh tanah dan bebatuan. Senyawa itu dilepaskan lagi ketika kelembapan udara mengalami perubahan drastis.

    Ada juga teori lain yang mengatakan bahwa “bau hujan” itu disebabkan oleh spora bakteri bernama actinomycetes. Bakteri ini biasanya hidup di tanah basah, namun mati ketika tanah itu kering.

    Sebelum mati, bakteri tersebut meninggalkan telur dalam bentuk spora yang memiliki daya tahan jauh lebih kuat.

    Dalam kondisi tanah kering, spora itu mengalami hibernasi hingga bertahun-tahun. Ketika hujan membasahi tanah, spora-spora itu “terbangun”. Beberapa di antaranya melepaskan diri dari tanah dan terhirup oleh manusia. “Bau hujan” itu merupakan bau spora yang terhirup oleh manusia.

    Teori ini dikuatkan dengan hasil eksperimen yang membutikan bahwa pembiakan spora actinomycetes dapat menghasilkan “bau hujan”. Namun teori ini tidak menjelaskan bau yang kadang sudah muncul sesaat sebelum hujan turun. (*)