Yuk, Mengenal Makanan Peranakan

K. Tatik Wardayati

Editor

Yuk, Mengenal Makanan Peranakan
Yuk, Mengenal Makanan Peranakan

Intisari-Online.com – Orang Cina yang datang ke Indonesia tentu ingin menyantap makanan yang sama dengan di negeri asalnya. Namun, di abad-abad yang silam, saat globalisasi belum dikenal, hal ini sering tidak mungkin. Mau tidak mau, mereka harus menyesuaikan makanan mereka dengan bahan yang hanya bisa diperoleh di perantauan. Karena di abad-abad yang lalu mereka datang tanpa istri dan menikah dengan wanita pribumi maka selera dan kebiasaan masak istri mereka mempengaruhi juga hidangan yang mereka makan. Terciptalah banyak makanan yang merupakan penyesuaian makanan Cina pelbagai daerah dengan bahan, selera, dan cara masak setempat.

Anak-anak mereka yang disebut “Cina atau Tionghoa Peranakan”, belum pernah mengecap makanan “asli Cina”. Mereka terbiasa dengan makanan Cina yang sudah disesuaikan itu yang lama-kelamaan disebut “masakan Cina Peranakan”. Selain itu, mereka juga terbiasa menyantap makanan setempat seperti yang disukai ibu mereka.

Beda daerah beda rasa

Karena disesuaikan dengan selera setempat, makanan yang disebut lunpia (di Jawa Tengah sering disebut lumpia) bisa menjadi sangat bervariasi. Lumpia semarang bahan utamanya rebung, rasanya manis, dan dimakan dengan saus kental yang rasanya manis, dilengkapi dengan cabai rawit, acar mentimun, dan daun bawang. Lumpia padang bahan utamanya bengkuang. Kulitnya diulas cabai giling dan dilapisi daun selada. Lumpia jakarta bahan utamanya bengkuang, tidak manis, dan dimakan dengan bumbu kacang yang diberi cuka.

Lomi, yaitu mi berkuah kental buatan Cina Peranakan di Bogor rasanya mirip mi tite di Semarang, dan mungkin sekali cikal bakal mi kangkung. Lomi bogor berbeda dengan lomi pekalongan yang memakai didih (darah ayam) dan bumbu lo/ngohiong yang lebih “berani”. Berbeda pula dengan lomi karet, yaitu lomi dari kawasan Karet di Jakarta yang lebih “totok”. Capcai jakarta kuahnya putih kecokelatan, berbeda dengan capcai semarang yang kuahnya kemerahan karena memakai tomat. Swike purwodadi, Jawa Tengah, juga agak berbeda dengan swike ciledung, Jawa Barat, meskipun sama-sama enak.

Kecap dan taoco pun demikian. Kecap manis di Jawa Barat dan Jawa Tengah unsur manisnya sangat menonjol, berbeda sekali dengan kecap Cina. Taoco pekalongan juga kemanis-manisan, berbeda dengan taoco medan yang asin.

Asalnya makanan sembahyangan

Bahkan “makanan sembahyangan” untuk suguhan kepada nenek moyang pada hari-hari tertentu pun berbeda antara daerah satu dari daerah lain, antara satu keluarga dengan keluarga lain.

Bacang. Bacang Jawa Tengah dibuat dari ketan. Isi dagingnya agak manis karena banyak memakai kecap manis. Bacang Jawa Barat umumnya dibuat dari beras. Kadang-kadang isinya dijejali dua tiga buah cabai rawit utuh. Bahkan ada bacang isi tahu dan bacang isi oncom! Rasanya, eh, ternyata enak! Cocok untuk yang perlu menurunkan kadar kolesterol.

Bacang Jawa Tengah maupun Jawa Barat dibungkus dengan daun bambu. Namun bacang Sumatera Barat dibungkus dengan daun pandan besar. Bahannya ketan dan isinya tidak semanis bacang Jawa.

Aslinya bacang dibuat untuk kesempatan hari raya Pecun (dari bahasa Hokian: pe = mendayung, cun = perahu). Pada hari raya yang selalu jatuh pada tanggal lima bulan lima menurut penanggalan Cina ini orang membuat bacang disertai lomba perahu naga. Apa hubungannya antara bacang dengan lomba perahu naga? Konon hari raya ini lahir dari simpati rakyat cina di zaman Dinasti Zhou kepada seorang menteri yang sangat setia kepada negara bernama Qu Yuan (hidup sekitar abad III SM). Menteri ini mengorbankan hidupnya sampai tewas di sungai demi negaranya. Rakyat pun berupaya mencari mayatnya di dalam sungai. Kemudian, mereka berupaya melemparkan makanan ke sungai. Makanan itu berupa bacang ketan yang dibungkus daun kasar (daun bambu) supaya tidak dimakan ikan. Demikianlah dengan berjalannya waktu, tradisi itu berkembang menjadi lomba perahu naga dan makan bacang! Bacang bersudut empat seperti yang kita kenal adalah versi Hokian. Kalau versi Kong Hu atau Hakka bentuknya seperti bantal.

Pada kesempatan itu jgua dibuang kue cang, yaitu ketan yang diberi air abu, lalu dibungkus seperti bacang kecil dan direbus. Kue cang dimakan dengan sirup gula putih. Namun ada orang yang memakannya dengan sirup gula merah dan ….parutan kelapa! Kini bacang bisa dijumpai setiap saat, bukan hanya untuk kesempatan Pecun, meskipun kue cang sulit dicari kecuali saat Pecun.

Ca rebung dan kue keranjang

Untuk menyambut Tahun Baru Imlek, ca rebung merupakan suatu “hidangan wajib” di Jawa Tengah tetapi tidak demikian di tempat lain. Mungkin karena tunas bambu melambangkan kehidupan baru. Suguhan wajib lain adalah kue keranjang, yaitu tepung ketan dan gula merah yang dimasak lalu ditempatkan dalam keranjang-keranjang beralas daun (kini ada yang memakai kertas plastik) sebelum dikukus berjam-jam. Kue keranjang pelbagai ukuran ini disusun dan dihias dengan kertas merah sebelum disajikan di altar keluarga dan altar Dewa Dapur. Konon supaya Dewa Dapur cuma bisa melaporkan yang manis-manis tentang sepak-terjang penghui rumah kepada Thian (dewa tertinggi) akibat menyantap kue manis yang lengket itu.

Kue kue ketan yang merah (warna rezeki) dan dicetak berbentuk kura-kura (melambangkan umur panjang) merupakan pula “makanan sembahyangan”. Tentu penderita diabetes lebih baik menghindarinya, karena tidak hanya luarnya manis, isinya yang terbuat dari kacang hijau itu manis juga.

Huakue

Kalau kue keranjang dijumpai cukup merata sebagai sesajen Imlek, tidak demikian dengan huatkue. Huatkue adalah semacam bolu kukus yang diberi warna merah jambu atau merah (warna rezeki). Kue yang mekar (huat) itu melambangkan usaha yang mekar dan pangkat yang melambung. Kue itu dikenal di Jawa Tengah tetapi banyak juga orang keturunan Cina yang berasal dari Sumatera antre membeli kue ini di pelbagai tempat di Jakarta menjelang Imlek.

Ikan bandeng

Di Jakarta, sebelum pertengahan tahun 1960-an, menjelang Imlek diselenggarakan Pasar Malam di kawasan Glodok. Di sana dijual banyak keperluan Imlek dan yang tidak boleh dilewatkan adalah ikan bandeng! Ikan bandeng ini dibuat masakan ikan pindang kuah kecap untuk keperluan sajian kepada nenek moyang. Namun sudah menjadi tradisi pula bagi penduduk pribumi Betawi, untuk membeli bandeng pada kesempatan itu, sebagai hantaran kepada mertua atau calon mertua. Hiruk-pikuk penjualan ikan bandeng menjelang Imlek kini masih bisa disaksikan di Rawa Belong, Jakarta Barat.

Kue bulan

Setahun sekali, menjelang Pegwe Capgo (bulan 8 tanggal 15 penanggalan Cina) yang ditandai dengan bulan purnama, para pedagang kue bulang (tiong cu pia) mulai menggelar dagangan mereka. Kue bulan masyarakat Cina Totok berbeda dengan kue bulan Cina Peranakan. Yang pertama bergaris tengah kira-kira 5 cm dan tingginya kira-kira 3 cm. Kulitnya berwarna cokelat, dari tepung terigu dan isinya berupa campuran kacang hitam/kacang hijau/biji lotus yang dihaluskan dengan gula pasir dan bahan lain. Ada juga yang diberi 1, 2, 3, sampai 4 kuning telur asin.

Beda dengan kue bulan Cina Peranakan. Garis tengahnya sekitar 10 cm dan tebalnya paling-paling 1 cm. Luarnya putih, dari tepung terigu. Isinya bisa berupa cokelat, keju, biji jambu monyet (kacang mete), duren, bahkan cempedak. Ada juga kue bulan yang berisi daging babi tapi tampaknya penggemar cokelat, keju, duren, dan cempedak lebih banyak.

Lain dengan kue bulan, pia-pia kecil berisi kacang hijau, cokelat, gula merah, dsb. bisa diperoleh sepanjang tahun. Begitu pula “pia kosong” yang melembung sebesar bapao seperti yang dibuat Cina Peranakan asal Sumatera Barat.

Ronde

Pada kesempatan “Sembahyang Ronde” untuk menyambut awal musim dingin (di Cina) yang selalu jatuh pada tanggal 22 Desember, disajikan ronde ketan warna-warni dengan sirup gula putih dan jahe. Namun, orang-orang Tionghoa Peranakan penganut taoisme maupun bukan, penganut agama Kristen maupun Islam, kini biasa membuat ronde, bacang, lontong capgome, ca rebung, bandeng kuah kecap ds. kapan saja mereka mau. Rondenya pun dibuat bervariasi, umpamanya diisi dengan enting-enting kacang. Kuahnya pun bisa saja sirup gula merah. (Helen Ishwara – Menu Sehat)