Kita akan sangat senang dan terbantu jika memiliki alat yang bisa multitasking. Tapi bagaimana kalau orang yang harus multitasking? Ternyata tak semua orang bisa!
Multitasking dalam pekerjaan bisa terjadi karena perluasan jobdesk. Tadinya hanya mengerjakan bidang A, adanya perluasan akhirnya mengerjakan A+ atau malah bisa jadi B. Sebuah bidang yang relatif baru harus kita kuasai. Multitasking itu tak bisa dihindarkan karena tuntutan pekerjaan dan persaingan kerja yang semakin tinggi. Akan tetapi, tidak semua orang bisa diberi task multi. Jika dipaksakan, produktivitas dan kreativitas mereka malah bisa mengendur. Makanya kenali karakter masing-masing, sembari membangun fondasi energi.
"Proses kognitif tiap orang berbeda-beda soalnya. Masing-masing punya pola pikir sendiri, ada yang rigid (kaku, Red) dan ada yang fleksibel," jelas Ester Lianawati, psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida), Jakarta. Jadi, lepas dari cocok tidak cocok atau bagus tidak bagus ber-multitasking, hasilnya pada tiap orang memang tak bisa disama ratakan.
Ester menambahkan, dalam kajian psikologi, orang yang perfeksionis biasanya agak susah diajak ber-multitasking karena pola pikirnya yang cenderung rigid. Sebaliknya, orang yang luwes dengan pola pikir lebih fleksibel lazimnya lebih terbuka alias tak mengalami kesulitan saat diajak ber-multitasking.
Persoalannya bukan pada mekanisme dalam otak mereka yang mampu atau tidak mampu melakukan itu, tapi juga ada mekanisme atau dorongan dalam diri - membentuk sebuah pola pikir - yang 'menginginkan' atau 'tidak menginginkan' multitasking. Jadi, bicara multitasking, di mata Ester, pengelompokannya kira-kira: 1. Orang yang memang sama sekali tak bisa melakukan multitasking; 2. Orang yang bisa melakukan multitasking, dengan atau tanpa risiko tertentu; 3. Orang yang justru membutuhkan multitasking untuk meningkatkan kinerja.
"Jangan alergi dulu terhadap multitasking, karena multitasking justru bisa menjadi sarana pengembangan diri," tegas Ester. Pun tidak perlu menghujat orang yang tidak bisa multitasking. "Karena orang yang tidak bisa multitasking belum tentu kualitas pekerjaannya lebih buruk. "Dari segi kuantitas mungkin kalah, tapi secara kualitas belum tentu," papar Ester.
Jika Anda termasuk orang yang hanya bisa mengerjakan satu pekerjaan pada satu waktu tertentu, boleh jadi bakal sakit kepala jika diminta ber-multitasking. Apalagi saat melihat tumpukan pekerjaan yang tak kunjung surut. Anda pun jadi sering minta izin tak masuk kantor. Kalau masuk, tak mampu bekerja optimal, sehingga banyak pekerjaan terbengkalai. Kondisi begini, menurut Jamil Azzaini, master trainer dan konsultan di Kubik Training & Consultacy, disebut sebagai kondisi "kehilangan daya pancar".
Daya pancar, menurut penulis buku Menyemai Impian Meraih Sukses Mulia dan TUHAN, Inilah Proposal Hidupku ini adalah energi metafisik yang memancar dari dalam di saat energi fisik kita dalam keadaan bugar. Kalaupun pekerjaan teratasi dengan baik, namun Anda kehabisan waktu dan energi untuk membina anak buah, menampung saran dan curhat mereka. Belum lagi di rumah, daya pancar Anda sudah tersedot urusan kantor, sehingga capek berat setiba di depan anak-istri. Bisa-bisa karier melesat, rumah tangga berantakan.
Pada contoh di atas, tambah Jamil, kualitas pikiran orang yang bersangkutan jelas terpengaruh. Otak yang digunakan melompat-lompat tak mampu menjalankan tugas utama, yakni berpikir. Dalam jangka panjang, kesalahan kerja bakal meningkat dan pekerjaan tak ada yang tuntas. Jika dibiarkan, kesehatan bisa kena dampaknya. Jamil mengutip hasil survei internasional terhadap 1.300 manajer, ternyata sepertiganya menderita stres akibat overload information.
"Salah tempat" saat ber-multitasking juga bisa menjadi sumber ketegangan di tempat kerja. Suatu hari, saat Anda menghadiri rapat atas permintaan seorang teman, ternyata Anda malah sibuk membalas sms atau email dari beberapa kolega untuk urusan pekerjaan yang berbeda. Keruan teman Anda itu merasa diabaikan, dan tak bisa menerima alasan bahwa sms atau email itu lebih penting daripada rapat yang ia gelar. Kacau jadinya.
Namun, apakah multitasking selalu membuat orang panas dingin? Ternyata tidak. "Ada kok orang yang memang 'bisa' melakukan itu dengan baik, bahkan ada juga yang butuh multitasking karena ia memang ingin selalu membagi konsentrasinya pada beberapa bidang pekerjaan sekaligus," jelas Ester Lianawati.Jadi, kenali, apakah Anda termasuk orang yang kurang bisa melakukan beberapa pekerjaan dalam waktu bersamaan, atau orang yang bisa melakukan multitasking dengan baik, atau justru orang yang butuh multitasking untuk meningkatkan kemampuan diri?
Cuma Anda sendiri yang bisa menjawab.